SUKOHARJO, iNewsSragen.id - Sebuah prasasti tertulis dalam huruf Jawa dengan tanda Paku Buwono X terpasang di kawasan mata air atau Sendang Wicaksono di Desa/ Kecamatan Polokarto, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah.
Dalam sejarahnya, nama Wicaksono diberikan oleh Raja Keraton Surakarta Sri Susuhunan Paku Buwono X (1839-1939). Ia yang memerintahkan agar di sekitar sendang itu dibuat bangunan pendukung.
Setelah sekian ratus tahun tidak terurus, dimana fisik bangunan yang ada tertutup endapan lumpur, akhirnya pada pertengahan 2021, peninggalan PB X ini selesai dipugar.
Informasi yang didapat pada, Selasa (8/11/2022), pemugaran bangunan sendang di inisiasi oleh salah satu anggota DPR RI asal Sukoharjo, dengan tetap mempertahankan bentuk aslinya, yakni persegi 10.
Sidik Noto Prayitno (87), warga desa setempat yang masih setia merawat mata air itu hingga sekarang, membenarkan bahwa sendang dipugar tanpa merubah bentuk aslinya.
Oleh Sidik, saat bangunan sendang yang terletak tidak jauh dari Balai Desa Polokarto ini akan dipugar, ia bersikukuh meminta agar tidak merubah bentuk asli sendang seperti saat dibangun dimasa PB X.
Sendang yang berada dipinggir sungai kecil dibawah pohon beringin besar ini, terdapat tiga mata air saling berdekatan dengan masing - masing dibatasi pagar tembok.
"Dahulu, penjenengan Ndalem Ingkang Sinuwun PB X pernah ke Kecamatan Polokarto, dulu tempatnya di Balai Desa Polokarto sebelum dipindah dekat Pasar Glondongan, sekitar tahun 1966," tutur Sidik.
Pada saat berkunjung ke Kecamatan Polokarto, PB X berkenan mengambil air di sendang lalu meminumnya.
Sepulangnya kembali ke keraton dari Polokarto, PB X kemudian mengutus abdi dalem untuk mengambil air di sendang itu lagi.
"Abdi dalem diutus untuk ambil air sendang, menggunakan blek (wadah air dari bahan seng-Red), atau kaleng tempat air. Dulu belum ada plastik. Kemudian air sendang diserahkan kepada Sinuwun," ujar Sidik.
Tak berselang lama setelah menyerahkan air, abdi dalem tersebut diperintahkan lagi oleh PB X untuk kembali ke sendang. Bukan disuruh mengambil air, tapi justru diperintahkan membuat bangunan di sendang berbentuk segi 10.
"Masyarakat sini, dulu menggunakan sendang ini untuk kebutuhan sehari-hari. Saat itu, mereka menyebutnya sendang lanang (Pria-Red), sendang wedok (Wanita-Red). Dan setelah dibangun oleh Sinuwun PB X diberi nama Sendang Wicaksono," paparnya.
Tak cukup hanya mendirikan bangunan, PB X disebutkan Mbah Sidik, juga mengirim penunggu sendang. Hanya saja yang dikirim itu bukan abdi biasa, ia adalah sosok abdi dalem pungkuran, atau tidak kasat mata.
"Abdi dalem yang tidak kasat mata di boyong ke sendang ini. Namanya Nyi Roro Denok. Semula nama dukuh sini Punjen. Namun setelah Nyi Roro Denok jadi penunggu sendang, nama dusunnya diganti Denokan," ujarnya.
Sejak sendang dipugar, menurut Sidik, setiap malam masih banyak orang yang datang melakukan ritual tirakat dengan beragam niat.
Sekarang bangunan sendang yang sejak tahun 1950 terlihat angker, kuno, dan berlumut tertutup sendimen lumpur itu sudah terlihat asri, bersih, dan terawat.
Kondisi bangunan penunjang sendang juga dibuatkan taman dan tempat singgah yang rindang. Batas sendang dan sungai juga di talud, supaya sendang tidak lagi tertutup sedimen lumpur sungai.
Editor : Joko Piroso
Artikel Terkait