"Penjelasanya, pertama tidak adanya naskah akademis dan draft (resmi). Ada draft yang beredar, tapi itu disangkal oleh DPR RI dan disangkal juga oleh Kemenkes (pemerintah-Red). Jadi polanya hampir seperti UU Cipta Kerja," paparnya.
Meskipun draft yang sudah beredar tersebut bisa dikatakan liar, namun Arif berkeyakinan jika dibiarkan tanpa ada tanggapan maupun respon dari masyarakat atau organisasi profesi terkait, maka RUU liar itu bisa jadi akan disahkan menjadi UU.
"Mestinya transparan dalam prosesnya. Apa sih susahnya mengikuti prosedur dengan terbuka kepada masyarakat sehingga akan diketahui kalau memang ada yang perlu diperbaiki," tegas Arif.
Alasan kedua, menurut Arif, organisasi profesi kedokteran melihat ada upaya liberalisasi dan kapitalisasi kesehatan melalui RUU Kesehatan Omnibus Law. Jika pelayanan kesehatan dibebaskan tanpa kendali dan memperhatikan mutu maka akan menjadi ancaman terhadap seluruh rakyat.
"Masyarakat tentu tidak ingin pelayanan kesehatan ke depan dilayani oleh tenaga kesehatan atau dokter yang tidak bermutu. Misalnya ada perawat lulusan luar negeri tapi kompetensinya tidak sesuai dengan bidang yang ada di Indonesia. Ini taruhannya adalah keselamatan dan kesehatan," tegasnya.
Editor : Joko Piroso
Artikel Terkait