Dia pun mendapat julukan Pangeran Sambernyawa karena dalam setiap peperangan selalu membawa kematian bagi musuh- musuhnya.
Semboyannya yang paling dikenal adalah tiji tibèh, kependekan dari mati siji, mati kabèh yang artinya gugur satu, gugur semua dan mukti siji, mukti kabèh yang artinya sejahtera satu, sejahtera semua.
Pemberontakan itu pun berakhir pada 17 Maret 1757 dengan Perjanjian Salatiga antara RM Said dengan PB III yang membagi wilayah Kerajaan Mataram untuk kali kedua setelah Perjanjian Giyanti dua tahun sebelumnya.
Perjanjian Salatiga ini menandai berdirinya Mangkunegaran. RM Said atau Mangkunegara I pun kemudian menjalani situasi yang baru, kehidupan damai di sebuah istana, Pura Mangkunegaran, yang pada awalnya terasa asing baginya.
Mangkunegara I wafat pada usia 70 tahun di kediamannya di Surakarta, pada 28 Desember 1795. Dia dimakamkan di Astana Mangadeg, Matesih, Karanganyar. Pada 1983, Mangkunegara I ditetapkan sebagai pahlawan nasional dan mendapat penghargaan Bintang Mahaputra.
Sumber: Sindonews/Okezone/berbagai sumber
Editor : Joko Piroso
Artikel Terkait