Masjid Laweyan yang juga komplek makam Ki Ageng Henis/dok. Diskominfo Solo
Di Desa Laweyan, Ki Ageng Henis juga membangun Masjid Laweyan tahun 1546, yang hingga kini masih difungsikan sebagai tempat beribadah umat Islam di Kampung Laweyan.
Masjid Laweyan yang sebelumnya sebagai Pura untuk beribadat umat Hindu, merupakan masjid pertama di Kerajaan Pajang sekira abad 16, yaitu di masa kepemimpinan Joko Tingkir bergelar Sultan Hadiwijaya.
Keteladanan Ki Ageng Henis juga terlihat pada jiwa seni yang dimilikinya. Ia menjadi pelopor batik tulis di Desa Laweyan. Sembari berdakwah, Ki Ageng Henis juga mengajarkan membatik pada warga desa.
Mencerminkan sikap kesabaran, bijaksana dan berwibawa, Ki Ageng Henis mampu menciptakan motif Batik Sido Luhur, dimana ciptaannya ini memiliki makna yang kuat dan dalam.
Sido dalam bahasa Jawa artinya jadi atau menjadi. Sementara bila dieja dalam Bahasa Indonesia berubah menjadi sida.
Motif batik yang berawalan Sido bermakna harapan dan tercapainya sebuah cita-cita atau keinginan. Kata Luhur merupakan kata sifat yang artinya tinggi, terhormat dan agung.
Editor : Joko Piroso
Artikel Terkait