SRAGEN, iNewsSragen.id - Kasus dugaan penipuan oleh LPPM fiktif yang mencatut nama Universitas Gadjah Mada (UGM) dalam proses seleksi perangkat desa di beberapa pemerintah desa di Sragen. Pemkab dan DPRD Sragen Kini menunggu proses hukum kasus LPPM fiktif yang dilaporkan pihak UGM Yogyakarta. Perlu tidaknya hasil seleksi perdes di empat desa dianulir tergantung proses hukum kasus tersebut.
Empat pemerintah desa yang terlibat dalam kasus ini adalah Gilirejo Lama, Jati, Klandungan, dan Sambungmacan.
Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Sragen, Pudji Atmoko, mengakui keterlibatan DPMD dalam proses seleksi perangkat desa melalui tugas monitoring dan evaluasi.
Saat proses uji kompetensi di Desa Jati, DPMD mengirim pegawai untuk mengawasi. Penjelasan yang diberikan oleh LPPM yang mencatut nama MAP mengenai perbedaan penggunaan LPPM dan MAP.
Kantor Desa Jati, Kecamatan Sumberlawang, Sragen.Foto:iNews/Sugiyanto
Pihak DPMD percaya pada penjelasan tersebut dan baru menyadari adanya indikasi MAP palsu atau fiktif yang mencatut nama UGM setelah aduan dari UGM.
UGM telah melaporkan dugaan penipuan ini kepada aparat penegak hukum dan perkaranya sedang dalam proses hukum di Polda DIY.
DPMD menunggu hasil proses hukum dan mekanisme yang ada akan diikuti.
Terdapat penjelasan mengenai pengisian perangkat desa melalui jalur mutasi dan keterlibatan LPPM dalam uji kompetensi.
UGM awalnya tidak mengetahui adanya LPPM fiktif yang menggunakan namanya. Setelah aduan dari desa, UGM mengambil tindakan.
Bupati Sragen telah menginstruksikan agar desa yang menggunakan jasa LPPM harus melapor ke kecamatan dan DPMD.
Kantor Desa Klandungan, Kecamatan Ngrampal, Sragen.foto:iNews/Sugiyanto
Thohar Ahmadi, anggota Komisi I DPRD Sragen, telah mengambil beberapa langkah untuk mengatasi situasi yang melibatkan dugaan penipuan oleh LPPM fiktif yang mencatut nama UGM dalam proses seleksi perangkat desa. Beberapa poin penting yang dapat diambil dari pernyataannya adalah:
Komisi I DPRD Sragen telah memanggil sejumlah pihak terkait, termasuk DPMD, Camat Sumberlawang, Inspektorat, dan Bagian Hukum, dalam upaya untuk menyelidiki dan mengatasi kasus ini.
Thohar Ahmadi menyatakan bahwa indikasi LPPM palsu baru terungkap setelah proses seleksi mencapai tahap uji kompetensi. Dia berpendapat bahwa seharusnya pihak desa dan kecamatan melakukan pengecekan validitas lembaga sebelum bekerja sama.
Ada penilaian bahwa terdapat ketidaksinkronan komunikasi antara DPMD, kecamatan, dan desa dalam hal ini. Ada pandangan bahwa campur tangan yang berlebihan dari DPMD dan kecamatan dalam mengawasi proses seleksi bisa merugikan.
Thohar Ahmadi berencana untuk memanggil pemerintah kecamatan terkait untuk memastikan kebenaran proses pengisian perangkat desa dan meningkatkan koordinasi antara desa, kecamatan, dan PMD (Pemberdayaan Masyarakat dan Desa).
Mengenai apakah hasil seleksi perangkat desa yang menggunakan jasa LPPM palsu perlu dianulir, Thohar Ahmadi berpendapat bahwa keputusan ini harus bergantung pada hasil proses hukum yang berlangsung. Keputusan tersebut akan diambil berdasarkan pertimbangan hukum dan fakta-fakta yang terungkap selama penyelidikan.
Seluruh proses ini menekankan pentingnya kerja sama yang baik antara berbagai instansi pemerintahan dalam proses seleksi perangkat desa dan perlunya memastikan validitas lembaga yang terlibat dalam proses tersebut, pungkas Thohar.
Editor : Joko Piroso
Artikel Terkait