SUKOHARJO,iNewsSragen.id - Putusan Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Mas Said (RMS) Surakarta terkait pembekuan Dewan Eksekutif Mahasiswa (Dema) mendapat penolakan. Ratusan mahasiswa menentang keputusan rektor itu dengan menggelar unjuk rasa, Jum'at (11/8/2023).
Pembekuan Dema UIN RMS tersebut diduga dilatari imbas pro-kontra pelaksanaan Pengenalan Budaya Akademik dan Kemahasiswaan (PBAK) bagi mahasiswa baru yang disebut ada kerjasama dengan penyedia jasa pinjaman online (pinjol).
Massa unjuk rasa mahasiswa menilai lima poin putusan hasil Sidang Dewan Kode Etik UIN RMS cacat moril. Oleh karenanya, dalam aksinya didepan gedung rektorat itu, massa mahasiswa menyatakan Dema UIN RMS tidak semestinya dibekukan oleh rektor.
Dalam aksi unjuk rasa ini, massa mahasiswa yang kompak berpakaian serba hitam juga mengungkap kekecewaannya lantaran tidak mendapat tanggapan dari pihak rektorat UIN RMS.
Salah satu mahasiswa peserta unjuk rasa, Mohammad Cameroon Bun Yan Ulil Albab menyatakan, bahwa pengambilalihan penyelenggaraan PBAK oleh universitas dan fakultas dari yang semula dilaksanakan Dema UIM RMS, menimbulkan persoalan baru.
"Pertanyaan yang muncul adalah mampukah pihak universitas dan fakultas mempersiapkan konsep PBAK dalam kurun waktu lima hari? ataukah PBAK akan diundur waktunya karena kondisi saat ini," katanya.
Menurutnya yang juga diamini oleh para peserta unjuk rasa lainnya, efek domino setelah Dema UIN RMS dibekukan sebagai penanggungjawab PBAK, maka juga akan berdampak terhadap mahasiswa baru yang akan menjadi peserta PBAK 2023.
"Kemudian, putusan soal Dema yang didesak untuk melakukan konfirmasi ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sangat rancu. Sebab jika mengacu pada putusan ketiga yakni, Dema dihentikan sementara, maka otomatis segala wewenang yang dilimpahkan kepada Dema UIN tidak lagi melekat menjadi tanggungjawabnya," ujarnya.
Berikutnya, lanjut Mohammad, soal putusan keempat yang berbunyi, perlu counter narasi untuk memulihkan nama baik universitas. "Siapa yang dituju dalam persoalan ini ? Apakah Dema UIN lagi? Padahal Dema UIN sedang menerima sanksi dihentikan sementara," tegasnya.
Sementara mahasiswa lain yang juga peserta unjuk rasa, Fayza Mahardika Bayu Segara mengatakan, putusan pemulihan nama baik universitas dengan menggandeng influencer tidak tepat. Sebab belum tentu influencer tersebut mengenal keunggulan UIN RM Said.
"Kami kecewa rektorat tidak merespon apa yang kami suarakan. Hari ini Aliansi Mahasiswa UIN Raden Mas Said menyatakan kecewa ketika tidak bisa bertemu dengan mereka (rektorat'Red)," ucapnya.
Atas tidak adanya respon dari pihak rektorat untuk menemui pengunjuk rasa itu, Fayza menyatakan, bahwa aksi akan terus dilakukan. Bila perlu dengan jumlah massa lebih banyak lagi.
"Mereka mengambil sikap seperti ini tidak menemui kami, pastinya kami akan kembali lagi dengan masa tambahan dari kawan-kawan mahasiswa yang merasakan hal yang sama untuk bertemu lagi menyampaikan tuntutan-tuntutan yang harus disepakati," ujarnya.
Menurutnya, meskipun Rektor hingga Wakil Rektor I, II, dan III tidak ada yang berada di kantor. Namun ia tak mempermasalahkan atas alasan bahwa jajaran petinggi kampus sedang berada di luar untuk suatu kepentingan yang belum diketahui.
"Itu terserah mereka (pihak kampus-Red) yang pasti kami merasa kecewa karena pada aksi-aksi yang dilakukan sebelumnya (oleh mahasiswa kontra Dema UIN RM) itu bisa ditemui sementara kami tidak," ungkapnya.
Ditegaskan, unjuk rasa akan digelar kembali untuk membuka kejanggalan yang menurutnya sedang ditutupi atau dialihkan. "Kami akan melakukan aksi sampai poin tuntutan kawan-kawan bisa tercapai," tandasnya.
Perlu diketahui, aksi unjuk rasa mahasiswa UIN RMS kali ini merupakan yang ketiga. Dua unjuk rasa sebelumya dilakukan oleh segelintir mahasiswa yang dinilai pro pembekuan Dema.
Bahkan, meski yang berunjuk rasa waktu itu jumlah mahasiswanya bisa dihitung dengan jari, namun mereka ditemui oleh Rektor UIN RMS, Mudofir, bersama sejumlah petinggi kampus.
Editor : Joko Piroso
Artikel Terkait