Dari persidangan itu terungkap bahwa dasar pelapor (H. Sar’ie) mengklaim memiliki 40% saham PT Indomarta Multi Mining (PT IMM) adalah perjanjian hutang piutang antara pelapor dengan para terdakwa tertanggal 14 Juni 2013.
“Faktanya, terungkap di persidangan ternyata pemberian pinjaman oleh pelapor tersebut tidak di berikan seluruhnya, demikian pula Perjanjian Pengikatan Jual Beli Saham (PPJB Saham) No.125 tanggal 16 Juli 2014 bahwa pelapor tidak melakukan pembayaran sama sekali atas jual beli saham,” ungkap Deri.
Adapun ahli hukum perdata, Ahmad Redi, mengatakan, bahwa peralihan saham dalam suatu perusahaan khususnya perusahaan tambang batubara tidak bisa dilakukan sekonyong-konyong hanya dengan PPJB saham.
Melainkan harus ditindaklanjuti dengan AJB saham kemudian dinyatakan dalam akta pernyataan RUPS. Lalu, dimintakan persetujuan kepada Menteri ESDM sesuai UU Pertambangan Mineral dan Batubara.
“Kasus ini bermula dari perjanjian utang piutang, jadi merupakan hubungan hukum perdata dan sudah berkekuatan hukum tetap berdasar putusan Mahkamah Agung (MA). Sehingga, kasus ini murni ranah perdata dan bukan kasus pidana,” tandasnya.
Editor : Joko Piroso
Artikel Terkait