Pengusaha Asal Solo Diduga Korban Kriminalisasi, Saksi Ahli Tak Temukan Unsur Pidana

Nanang SN
Saksi ahli hukum perdata, Dr Ahmad Redi, SH, MH (tengah) didampingi kuasa hukum terdakwa usai sidang di PN Banjarbaru.Foto:iNews/ Istimewa

SOLO,iNewsSragen.id  -  Pengusaha asal Kota Solo Andri Cahyadi, selaku Komisaris Utama (Komut) PT Eksploitasi Energi Indonesia (EEI) tbk, diduga menjadi korban kriminalisasi atas kasus perjanjian utang piutang dalam bisnis tambang batubara. Kini ia harus menjalani persidangan sebagai terdakwa.

Dalam kasus ini Andri tidak sendiri. Ia menjadi terdakwEEIa bersama tiga orang lainnya, yaitu Hendri Setiadi sebagai Direktur Energi Guna Laksana (EGL), Kusno Hardjianto, pemegang saham PT EEI, serta Didi Agus Hartanto.

Dalam keterangannya kepada wartawan, Deri Novandono selaku kuasa hukum dari empat terdakwa menyampaikan, sidang atas kasus dugaan tindak pidana penipuan dan penggelapan yang menjerat kliennya itu digelar di Pengadilan Negeri (PN) Banjarbaru Kelas 1B, Kota Banjarbaru, Kalsel.

"Pada sidang, 26 Oktober 2023 lalu, agendanya mendengarkan keterangan saksi ahli hukum pidana dan perdata yang kami hadirkan," kata Deri, Minggu (29/10/2023).

Dalam sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Rahmat Dahlan itu, dua ahli hukum dihadirkan yakni, Dr. Flora Dianti, SH, MH sebagai ahli hukum pidana dari Universitas Indonesia dan Dr. Ahmad Redi, SH, MH, ahli hukum pidana.

Dari persidangan itu terungkap bahwa dasar pelapor (H. Sar’ie) mengklaim memiliki 40% saham PT Indomarta Multi Mining (PT IMM) adalah perjanjian hutang piutang antara pelapor dengan para terdakwa tertanggal 14 Juni 2013.

“Faktanya, terungkap di persidangan ternyata pemberian pinjaman oleh pelapor tersebut tidak di berikan seluruhnya, demikian pula Perjanjian Pengikatan Jual Beli Saham (PPJB Saham) No.125 tanggal 16 Juli 2014 bahwa pelapor tidak melakukan pembayaran sama sekali atas jual beli saham,” ungkap Deri.

Adapun ahli hukum perdata, Ahmad Redi, mengatakan, bahwa peralihan saham dalam suatu perusahaan khususnya perusahaan tambang batubara tidak bisa dilakukan sekonyong-konyong hanya dengan PPJB saham.

Melainkan harus ditindaklanjuti dengan AJB saham kemudian dinyatakan dalam akta pernyataan RUPS. Lalu, dimintakan persetujuan kepada Menteri ESDM sesuai UU Pertambangan Mineral dan Batubara.

“Kasus ini bermula dari perjanjian utang piutang, jadi merupakan hubungan hukum perdata dan sudah berkekuatan hukum tetap berdasar putusan Mahkamah Agung (MA). Sehingga, kasus ini murni ranah perdata dan bukan kasus pidana,” tandasnya.

Sementara itu, ahli hukum pidana, Dr. Flora Dianti, SH, MH menyatakan, inti delik Pasal 378 dan 372 (penipuan dan penggelapan-red) dihubungkan dengan perjanjian hukum pidana yang lahir akibat dari tipu muslihat. Sehingga, sepanjang perjanjian itu tidak dapat dibuktikan adanya tipu muslihat.

“Kasus ini bukanlah perbuatan kejahatan sebagaimana dimaksud Pasal 378 dan 372 KUHP," sebutnya.

Selanjutnya, apabila PPJB saham tersebut tidak dilaksanakan pembayaran dan atau tidak memenuhi syarat formil dan materiil. Artinya tidak dibayar oleh pelapor atau PPJB tersebut substansinya bertentangan dengan kenyataan yang sebenarnya.

"Maka PPJB tersebut bukan lagi termasuk akta autentik dan karenanya hakim tidak terikat untuk mempertimbangkan bukti tersebut. Karena tidak termasuk bukti yang sah. Bahkan, kasus ini seharusnya hanya masuk ke ranah perdata,” tegasnya.

Dalam perjalanan kasus ini, para terdakwa menyesalkan terkait pemberitaan yang dinilai menyudutkan, menggiring opini hingga bertentangan dengan fakta di persidangan.

Disebutkan, hal itu dilakukan oleh sejumlah media baik online maupun televisi nasional. Sehingga, para terdakwa meminta agar media yang menayangkan pemberitaan sesuai dengan fakta di persidangan.

Seperti diberitakan sebelumnya, empat terdakwa yakni Andri Cahyadi, Hendri Setiadi, Kusno Hardjianto serta Didi Agus Hartanto menjalani sidang dugaan kasus ‘investasi batubara bodong’ di PN Banjarbaru pada akhir bulan September 2023 lalu.

Dalam dakwaannya, JPU menjerat empat terdakwa dengan pasal berlapis, yakni Pasal 378 dan Pasal 374 KUHP serta Pasal 55 tentang tindak pidana penipuan dan penggelapan.

Editor : Joko Piroso

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network