SUKOHARJO,iNewsSragen.id - Warga komplek perumahan Solo Baru Blok AC, Desa Langenharjo, Kecamatan Grogol, Kabupaten Sukoharjo, memprotes suara bising musik dari salah satu ruko di kawasan Jalan Ir Soekarno, Solo Baru yang dijadikan tempat rekreasi dan hiburan malam.
"Saya sebagai warga yang berdekatan langsung dengan tempat itu, rumah saya persis di belakangnya bahkan adu tembok. Kami tidak pernah dikasih tahu (alih fungsi ruko) itu dibangun untuk apa, sampai kemudian ada undangan sosialisasi," kata WL (42) salah satu warga Solo Baru Blok AC, Jum'at (3/11/2023).
Dari sosialisasi tersebut warga mendapat penjelasan bahwa ruko nomor 22-24 bekas kantor PSP tersebut akan dialihfungsikan menjadi tempat hiburan dan rekreasi menonton acara olahraga secara live sekaligus juga jadi resto dan bar.
"Sosialisasinya itu pada awal Agustus lalu. Kami sempat menanyakan karena khawatir, kalau yang namanya bar kan ada minuman kerasnya, kemudian pasti juga ada floor (lantai) untuk jogetnya. Saat itu dijawab oleh perwakilan pemiliknya, bahwa tidak mungkin ada seperti yang kami khawatirkan itu," tutur WL.
Namun pada kenyataannya, kekhawatiran WL akhirnya terbukti. Tempat tersebut ternyata digunakan untuk dugem dengan mendatangkan discjokey (DJ). Kursi yang semula disebutkan dipasang permanen ditukar semua.
"Dan pada saat operasional suara musik yang diputar oleh DJ, dan getaran yang ditimbulkan sangat mengganggu sekali. Kami kemudian protes, terutama melalui grup (WA) RW. Kemudian oleh pengelolanya, pada saat itu dijanjikan akan dipasang peredam, tapi tidak pernah ada realisasinya," paparnya.
WL mengaku, bersama warga lainnya sudah berulang kali melakukan protes atas gangguan suara musik tersebut. Bahkan dari pihak desa melalui perangkatnya juga sudah mengecek langsung ke lokasi untuk bertemu dengan pengelolanya.
"Owner-nya (pemilik) orang bule juga pernah datang. Dia menjanjikan pasang peredam, tapi juga nggak ada realisasinya. Bahkan Pak Kapolres pada waktu itu juga ikut datang. Saat itu pas ada event dimana sang owner ini minta waktu karena sudah terlanjur 'nyewa' DJ," ungkapnya.
WL juga mengaku pernah ditawari kompensasi berupa menginap di hotel berbintang untuk sementara waktu ketika tempat hiburan tersebut menggelar event agar tak terganggu suara bising musiknya, namun tawaran itu tidak diterimanya.
"Saya tidak mau, karena kalau (tawaran nginap di hotel) itu saya terima maka pasti akan terulang lagi. Ini namanya ngusir saya dari rumah secara halus. Tetangga saya juga pernah ada yang protes terus didatangi sama pemiliknya dalam kondisi mabuk. Dia ngajak dua orang, bahkan sempat akan memukul istri tetangga saya itu," ungkapnya.
Pasca kedatangan Kapolres ditempat itu, pengelola akhirnya memasang peredam suara. Namun menurut WL, waktu memasangnya sembarangan, dimana pekerja membongkar atap untuk memasang peredam pada malam hari. Ia pun sempat marah waktu itu lantaran terganggu.
"Atas kejadian itu, kami sudah berkirim surat ke DPRD Kabupaten Sukoharjo tapi belum ada tanggapan. Surat itu tembusannya ke Satpol PP, Ketua Komisi I, dan Bupati. Semua belum ada tanggapan," ungkapnya.
Tak berhenti hanya berkirim surat ke beberapa pejabat terkait di Kabupaten Sukoharjo, WL juga mencari tahu ke dinas terkait di Provinsi Jawa Tengah perihal izin yang didapat tempat hiburan tersebut apakah sudah sesuai peruntukannya.
"Ada oknum aparat yang menghubungi saya untuk menjadi perantara penyelesaian kasus ini. Tapi saya tidak mau. Saya minta pemiliknya sendiri supaya bertemu dengan kami. Saya juga sudah laporkan oknum tersebut ke atasannya. Masalah ini bagi kami sudah sangat serius, dan kami tidak mau kompromi," tegasnya.
Terpisah, Camat Grogol Herdis Kurnia Wijaya, saat dikonfirmasi membenarkan adanya protes warga terhadap operasional resto dan bar yang juga menjadi tempat rekreasi dan hiburan malam itu.
"Memang benar, diawal itu ada sosialisasi bahwa tempat tersebut digunakan untuk acara- acara nonton bareng. Tapi ternyata pada hari-hari tertentu ada even dengan sajian musik keras. Ditempat itu ada dua rumah warga yang temboknya nempel dengan ruko yang dijadikan tempat hiburan itu," kata Herdis.
Diungkapkan Herdis, usaha tempat hiburan tersebut pemiliknya adalah orang asing dimana izinnya masuk pada klasifikasi Penanaman Modal Asing (PMA) yang kewenangannya berada di pemerintah pusat.
"Kami juga sudah bertemu dengan warga yang menyampaikan surat keluhan itu di DPRD pada 18 Oktober 2023 lalu, kebetulan kami waktu itu juga ada kegiatan disana. Dari apa yang disampaikan warga, memang benar operasional tempat hiburan itu ada yang tidak sesuai, yakni terkait gangguan lingkungan," sebutnya.
Selain itu, orang asing yang memiliki tempat itu juga dinilai Herdis kurang bijak dan beretika saat menemui warga dimana kondisi sang pemilik disebutkan dalam keadaan mabuk miras.
"Dengan cara seperti itu, warga menjadi kurang nyaman. Kami juga sudah mendatangi tempat itu untuk menyampaikan teguran, termasuk juga sudah memegang surat pernyataan dari manajemen pengelola tempat itu. Inti pernyataan berupa kesanggupan untuk tidak mengganggu ketentraman warga," sebutnya.
Herdis juga mengaku mendapat laporan, jika operasional tempat hiburan tersebut seperti tidak serius memegang janji yang sudah dituangkan dalam surat pernyataan. Terbukti warga masih terganggu kenyamanannya tiap tempat tersebut menggelar even, meskipun tidak setiap hari.
"Terus terang dalam hal ini kami tidak bisa langsung menutup tempat itu atas pelanggaran gangguan kenyamanan warga, karena masuknya PMA. Di Sukoharjo sendiri saat ini memang masih berlaku moratorium tempat hiburan malam, tapi ternyata izinnya itu yang mengeluarkan dari pemerintah pusat," paparnya.
Meskipun begitu, Herdis memastikan akan kembali memberi peringatan untuk meminta kepada pengelola tempat hiburan tersebut supaya operasionalnya mematahui sesuai izin yang didapatkan.
"Kalau ternyata masih tetap membandel, maka kami akan melaporkan supaya izinnya dicabut. Kalau PMA itu, pembinaan dan pengawasan ada di ranah pemerintah pusat. Dalam hal ini kami hanya bisa menjaga kondusifitas lingkungan," pungkasnya.
Editor : Joko Piroso
Artikel Terkait