GROBOGAN,iNewsSragen.id - Belasan kepala keluarga yang tinggal di dua desa di Grobogan, Jawa Tengah, terisolasi selama puluhan tahun. Mereka hidup tanpa listrik, dan kurangnya akses jalan membuat mereka bertaruh nyawa melintasi jalur ekstrem di perlintasan kereta api yang masih aktif untuk menjalani aktivitas sehari-hari.
Pedukuhan yang terisolasi ini terletak di kawasan hutan Kramat, Desa Sugihmanik dan Desa Kedungjati, di perbatasan antara Kecamatan Tanggungarjo dan Kecamatan Kedungjati, Grobogan.
Pedukuhan ini dihuni oleh 19 kepala keluarga, dan sebagian besar hidup tanpa listrik, mengandalkan lampu minyak untuk penerangan karena tidak ada jaringan listrik yang mengalir ke rumah-rumah mereka.
Imam, Kepala Desa Sugihmanik, menjelaskan bahwa pihak desa telah mengusulkan pengadaan listrik, namun tidak bisa terlaksana karena akses menuju pedukuhan sangat sulit, tidak bisa dilalui kendaraan.
Sebagai upaya untuk mengatasi masalah ini, desa memberikan bantuan genset kepada warga yang terisolasi sebagai alternatif penerangan.
Namun, genset hanya menyediakan listrik terbatas. Beberapa warga mulai beralih menggunakan listrik tenaga surya. Mereka membeli alat penyerap energi matahari yang biayanya mencapai 2,5 juta rupiah.
Alat ini menyerap energi matahari dan menyimpannya dalam aki, yang kemudian dialirkan ke lampu di rumah mereka. Tetapi, alat ini hanya bisa menghasilkan listrik untuk beberapa hari, terutama saat cuaca mendung atau hujan, yang mengurangi efektivitas penyerap energi surya.
Suti, salah satu warga, mengakui bahwa kondisi ini membuatnya harus mengurangi penggunaan listrik, menghindari peralatan elektronik, dan menghemat energi. Untuk mempertahankan hidup, warga mengandalkan sektor pertanian, menanam jagung dan ketela, serta beternak sapi dan kambing.
Hasil pertanian dan peternakan dijual ke pasar, tetapi akses ke kota atau pasar sangat sulit, harus melewati perlintasan kereta api atau jalur setapak di hutan.
Sementara itu, perjalanan menuju kota atau sekolah menjadi tantangan tersendiri bagi anak-anak. Mereka harus berjalan di sepanjang rel kereta api atau melewati jalan setapak yang terjal dan licin. Kondisi ini menjadi lebih berbahaya saat musim hujan, ketika jalur semakin licin dan berisiko.
Warga berharap pemerintah dapat memberikan solusi dengan membuka akses jalan menuju desa mereka. Mereka juga berharap pemerintah dapat menyediakan listrik untuk memenuhi kebutuhan dasar dan meningkatkan kualitas hidup mereka.
Hingga saat ini, belum ada kunjungan resmi dari pemerintah setempat untuk meninjau kondisi warga di pedukuhan terisolasi ini.
Warga berharap dengan adanya perhatian dan bantuan dari pemerintah, mereka dapat menjalani kehidupan yang lebih baik dan aman.
Editor : Joko Piroso
Artikel Terkait