Menurut Asri, BTN seharusnya setelah ada putusan kepailitan, sertifikat itu diserahkan kepada kurator untuk penyelesaian kewajiban terhadap ratusan konsumen yang telah membayar dengan cara cicilan. Ada yang sudah lunas, ada juga yang belum.
"Patut diduga ada tindak penggelapan melibatkan bank plat merah dimana masih menguasai sertifikat para konsumen yang telah membayar lunas. Bahkan sejak developer diputus pailit pada 2021, masih menerima setoran cicilan," kata Asri yang juga Ketua DPD KAI Jateng itu.
Kondisi itu makin diperparah setelah diketahui bahwa developer ternyata tidak mengantongi izin lantaran sebagian dari lahan apartemen itu statusnya letter C. Patut diduga ini merupakan kesalahan notaris yang tidak memberitahu jika pembangunan apartemen diatas lahan bermasalah hingga kemudian digugat pailit.
"Konsumen mengetahui sertifikat apartemen tidak ada setelah mereka melunasi kredit dan hendak mengambil dokumen itu ke bank. Pihak bank menyampaikan bahwa sertifikat tidak ada karena developer telah dipailitkan dan sekarang sudah ditangani oleh kurator," ujar Asri.
Disebutkan, dalam perkara itu sekira 500 orang konsumen telah dirugikan. Jika di hitung berdasarkan jumlah konsumen yang menandatangani transaksi jual beli dan membayar angsuran melalui BTN, maka kerugian total ditaksir mencapai Rp 340 miliar. Harga per unit apartemen tersebut berkisar Rp 250 juta hingga Rp 400 juta.
Editor : Joko Piroso
Artikel Terkait