Atas kondisi Solo Safari saat ini, Kusumo menilai bahwa Pemkot Solo ketika memutuskan melakukan revitalisasi dengan menggandeng Taman Safari Group kurang memikirkan dampaknya bagi masyarakat sekitar. Minimal ada rekrutmen tenaga kerja yang diambil dari warga sekitar.
"Selain itu, dalam hal harga tiket mestinya juga mengakomodir kemampuan ekonomi rata -rata warga Solo. Percuma saja ada tempat wisata megah tapi warganya tidak mampu menikmatinya. Ini menjadi ironis," sambungnya.
Tak hanya itu, selain harga tiket mahal yang mahal, Kusumo juga menyoroti mahalnya harga makanan dan minuman yang dijual didalam area Solo Safari. Untuk satu botol minuman air mineral harganya tiga kali lipat dari harga yang dijual di luar Solo Safari.
"Saya yakin lama-lama banyak orang yang datang ke Solo Safari akan kecewa karena biaya yang dikeluarkan tidak sebanding dengan yang didapat. Kemungkinan mereka akan 'kapok' (jera) untuk datang lagi," katanya.
Kusumo berharap terhadap Pemkot Solo dengan kepemimpinan walikota yang baru, bersama DPRD Kota Solo segera melakukan evaluasi ulang konsep Solo Safari. Mengevaluasi perjanjian antara Pemkot Solo dengan pihak ketiga, yakni Taman Safari Group.
"DPRD bisa memanggil walikota bersama pihak ketiga yang ditunjuk mengelola Solo Safari. Minimal sebisa mungkin harga tiketnya diturunkan agar bisa terjangkau oleh warga Solo yang berpenghasilan rendah. Karena mereka juga berhak bahagia," pungkas Kusumo.
Editor : Joko Piroso
Artikel Terkait