SRAGEN, iNewsSragen.id – Di tengah gencarnya janji pemerataan pendidikan, termasuk program seragam gratis yang digagas Bupati Sragen, ada ironi besar yang menimpa dunia pendidikan di Bumi Sukowati. Lebih dari 24.000 siswa madrasah, mulai dari Madrasah Ibtidaiyah (MI) hingga Madrasah Tsanawiyah (MTs), dipastikan tidak akan menerima Bantuan Operasional Sekolah Daerah (BOSDA) tahun ini.
Alasan yang dikemukakan pemerintah daerah cukup sederhana: madrasah berada di bawah naungan Kementerian Agama (Kemenag), bukan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud). Konsekuensinya, ribuan anak yang menempuh pendidikan agama ini tersisih dari anggaran daerah.
Data mencatat, sekitar 16 ribu siswa MI (negeri dan swasta) serta 8.870 siswa MTs di Sragen harus gigit jari. Mereka hanya mengandalkan dana BOS dari pemerintah pusat, yang nilai dan cakupannya terbatas.
Kepala Kantor Kemenag Sragen, Ihsan Muhadi, membenarkan bahwa madrasah memang tidak mendapat BOSDA. “Sudah lama mas, katanya dobel anggaran,” ujarnya, mengutip alasan yang ia dengar dari pemerintah daerah.
Di sisi lain, Kepala Disdikbud Sragen, Prihantomo, menegaskan bahwa keputusan tidak menyalurkan BOSDA ke madrasah terkait efisiensi anggaran dan skala prioritas. Menurutnya, BOSDA hanya difokuskan untuk sekolah umum yang berada langsung di bawah kewenangan dinas.
Namun, pegiat pendidikan asal Sragen, Nur Muhammad Sugiyarto, menilai kebijakan tersebut sebagai bentuk diskriminasi terselubung. Menurutnya, siswa madrasah tetaplah warga Sragen yang seharusnya mendapat hak yang sama.
“Ini jelas bentuk ketidakadilan. Anak-anak madrasah dianggap cukup dengan BOS dari pusat, padahal kebutuhan pendidikan di daerah sering jauh lebih besar. Kalau daerah lain bisa menyalurkan BOSDA untuk madrasah, kenapa Sragen tidak bisa?” tegasnya.
Sugiyarto menambahkan, penghentian BOSDA bagi madrasah bisa menciptakan jurang pemisah yang nyata dalam mutu pendidikan. Anak-anak yang memilih jalur pendidikan agama akan semakin terbatas aksesnya terhadap fasilitas belajar, hanya karena alasan birokrasi antar instansi.
Kondisi ini, menurut para pengamat, bukan hanya menabrak prinsip pemerataan pendidikan, tetapi juga berpotensi menurunkan kualitas sumber daya manusia di Sragen. Program bantuan yang semestinya merata kini justru menciptakan kesenjangan baru.
Situasi tersebut kini menjadi sorotan publik, terlebih ketika pemerintah daerah masih menjanjikan berbagai program populis. Harapan masyarakat adalah agar Pemkab Sragen dapat segera meninjau ulang kebijakan BOSDA, sehingga keadilan pendidikan benar-benar terwujud tanpa membeda-bedakan jenis sekolah.
Pesan Redaksi iNews
Kami mendukung penyampaian aspirasi dengan cara yang bermartabat.
Unjuk rasa hak setiap warga, jangan sampai merusak, melukai, atau memecah belah.
Tetap menjaga ketertiban, menghargai sesama, dan menjukkan bahwa suara rakyat bisa disampaikan dengan damai.
Editor : Joko Piroso
Artikel Terkait