Samto menyebutkan, untuk lokasi batu tersebar tidak merata. Ada yang di lahan warga, ada pula yang berada di tanah kas desa. Namun kebanyakan di lahan yang tidak produktif. "Rata-rata itu terkumpul di sekitar 25 meter persegi, ada juga yang sampai 50 meter persegi," ungkapnya.
Sementara Tim Expedisi Sukowati di Sragen, sekaligus Bendahara Yayasan Palapa Mendira Harja Cabang Sragen, Lilik Mardiyanto mengaku sudah menduga lokasi tersebut tidak hanya tumpukan batu biasa. Setelah dipelajari ternyata punya keistimewaan. "Batu yang ditemukan berbentuk gamelan, wayang serta hewan dari batu. Ada yang bentuk gong, saron, dan gambang. Saat dipukul, ada nadanya," terangnya. Dia menyampaikan ada 26 titik kumpul batu. Pihaknya membagi menjadi dua kelompok. Yakni untuk kelompok lokasi primer dengan luas 10 x 15 meter ada 16 titik. Di lokasi tersebut Ada batu yang berbentuk wayang Srikandi. Lantas untuk lokasi di luar primer, ada 10 titik. "Kami masih melakukan penomoran," tegas Lilik. Sejauh ini model wayang yang ditemukan ada tiga. Yakni wayang Bethoro Guru di lokasi primer, berbentuk kuda di radius 200 meter, gunungan wayang di radius 210 meter, dan gambang di radius 220 meter. "Jadi wayangnya dari batu dengan tebal kurang lebih 10 centimeter, lantas ditatah berberbentuk wayang," jelasnya.
Ratusan Batu Berbentuk Wayang, Gong dan Hewan di kumpulkan.(Foto: iNewsSragen.id/ Joko Piroso)
Dia mengakui situs itu memang sudah lama. namun kurang dilestarikan warga. Bahkan ada yang sudah dipecah warga untuk bahan bangunan. Saat ini pihaknya masih mengumpulkan sisa-sisa batunya. Dijelaskannya, untuk yang ditatah bentuk gong lebih 50 batu. Sementara ini ada sekitar 103 batu yang sudah terdeteksi. Masih ada beberapa lokasi yang belum diteliti. Untuk melestarikan kawasan tersebut pihaknya menggandeng Muspika Jenar. "Kami telah menandatangani berita acara dugaan situs cagar budaya kandang wayang. Ditandatangani kades, BPD, Camat, Kapolsek, Danramil, dan Ketua Yayasan Palapa Mendira Harja Cabang Sragen, serta disaksikan tokoh masyarakat," bebernya.
Editor : Joko Piroso