BOYOLALI, iNewsSragen.id - Dikenal kental nuansa mistis, Gunung Merapi dikenal gunung berapi teraktif di Pulau Jawa. Gunung yang memisahkan 4 daerah di Pulau Jawa, tiga di Jawa Tengah dan satu lagi di Daerah Istimewa Yogyakarta ini diyakini salah satu penjaga dua Keraton yang ada di bawahnya. Yaitu Keraton Ngayogyakarta dan Keraton Kasunanan Surakarta.
Meskipun Gunung Merapi menggeliat hingga erupsi, masyarakat yang tinggal di Gunung Merapi ini tak pernah panik dan buru-buru mengungsi ke lokasi pengungsian yang telah disiapkan, setiap Gunung Merapi bergejolak.
Pasalnya, asap panas atau wedus gembel ini sudah berulangkali dilepaskan Gunung Merapi, mereka tidak akan beranjak dari tempat tinggalnya, bila tanda-tanda gaib mendatangi salah satu tokoh yang di percaya sebagai juru kunci.
Saat Mbah Marijan masih hidup, masyarakat sekitar lebih patuh terhadap Mbah Marijan dibandingkan pemerintah. Sekalipun perintah itu dikeluarkan dari pihak Keraton.
Selama Mbah Marijan belum didatangi sosok gaib, Mbah Petruk, yang diyakini penunggu Gunung Merapi, warga, termasuk Mbah Marijan sekalipun belum akan beranjak.
ama seperti keyakinan masyarakat Selo. Masyarakat Selo belum akan mengungsi bila abu vulkanik memenuhi seluruh perkampungan termasuk jalan di Kecamatan Selo.
Padahal, jarak Kecamatan Selo ke puncak Gunung Merapi hanya berjarak 5 KM.
iNews.id sendiri pernah melihat langsung betapa tenangnya masyarakat Selo ini tetap melakukan aktivitas sehari-hari, saat erupsi besar terjadi spada 1 November 2010 silam.
Masyarakat Selo memiliki keyakinan bila abu vulkanik belum menutup desa mereka, erupsi besar Merapi belum akan terjadi (Foto: iNews.id)
Saat erupsi besar itu terjadi, sekira pukul 5.22 WIB, dari Kecamatan Selo, terliha jelas erupsi Gunung Merapi
Termasuk awan panas atau wedus gembel sudah berulang kali keluar, masyarakat Selo masih tetap tenang.
Aktifitas jual beli di pasar sayur terbesar di lereng Gunung Merapi ini terlihat mulai ramai. Begitu pula di Jrakah.
Anehnya, meski daerah sekitar Selo, sudah tersentuh abu vulkanik, namun daerah ini, sama sekali tak tersentuh.
Saat itu iNewskaranganyar.id merasa penasaran dengan fenomena aneh yang terjadi di Kecamatan yang terletak persis di bawah puncak Gunung Merapi.
Dan rasa penasaran itupun sirna, saat beberapa warga mengatakan rasa tenang warga masyarakat Selo, meski Gunung Merapi ini bergejolak dikarenakan adanya Gunung Bibi di bagian selatan Gunung Merapi.
Meski tak setinggi Merapi, namun gunung ini terlihat lebih angker karena senantiasa diselimuti kabut.
Gunung Bibi di bagian selatan Gunung Merapi ini diyakini masyarakat sekitar sebagai Ibu dari Merapi yang juga pemilik selendang yang dilihat warga seperti kilatan. (Foto: iNews.id)
Gunung yang berlokasi di wilayah Kecamatan Selo, Boyolali, Jawa Tengah itu dipercaya sebagai pelindung oleh warga setempat dari amukan Merapi.
Hal itu tak lepas dari kepercayaan warga setempat yang menganggap Gunung Bibi adalah ibu kandung Gunung Merapi.
“Kami percaya Kecamatan Selo adalah wilayah paling aman. Kecamatan Selo baru akan terkena dampak letusan, bila Gunung Merapi memasuki tahap akhir erupsi dan akan kembali tenang,” ujar Suladi, salah seorang warga Desa Selo, Kecamatan Selo, Boyolali, Sabtu (1/9/2022).
Gunung Bibi oleh warga setempat dipercaya sebagai hutan larangan. Berdasarkan informasi yang dihimpun, di hutan gunung tersebut masih banyak hewan-hewan liar dan buas.
“Juga makhluk-makhluk gaib,” ujar Suladi.
Suladi menceritakan, pernah suatu ketika awan panas dari letusan Gunung Merapi masuk ke langit Kecamatan Selo.
Tiba-tiba ada dua kilatan putih dari arah Gunung Bibi masuk ke awan panas dan setelah itu awan panas beralih ke tempat lain.
Disebutkan, nama Selo berasal dari kata sela-sela karena wilayahnya berada di sela-sela dua gunung besar, yaitu Merapi dan Merbabu.
Di antara dua gunung itu terdapat banyak bukit, sehingga secara ilmiah perbukitan inilah yang menghalau abu, awan panas, atau bahkan lava Merapi tak masuk ke wilayah Selo.
Di Gunung Bibi yang terletak di sebelah selatan Gunung Merapi inilah biasanya para pendaki Merapi yang tersesat ditemukan.
Editor : Joko Piroso