"Kemarin kami kerja bakti memasang penjor (anak laki-laki lajang), memasak (para suami), dan juga menyiapkan prasarana sembahyang (para ibu). Sore ini hingga malam kami sembahyang di pura," terang Ida Bagus.
Menurutnya, meski merayakan hari raya di kota yang mayoritas pemeluk agama Islam, aktivitas semeton Hindu dalam perayaan hari raya sejak dahulu tidak pernah mendapatkan masalah, bahkan didukung oleh masyarakat sekitar mereka tinggal.
"Sekarang di Kota Solo sudah berdiri pura yang bisa digunakan oleh semeton Hindu apabila ingin melakukan persembahyangan. Meski kami minoritas di sini, lingkungan kami di sini bisa menerima. Toleransinya sangat luar biasa," ungkapnya pria purnawirawan Polri ini.
Untuk hari raya Galungan, Ida Bagus mengatakan, dilaksanakan pada malam hari di Pura Bhuana Agung Saraswati komplek kampus Universitas Sebelas Maret (UNS), di Kentingan, Jebres, Solo.
Menyinggung tentang bahan baku pernak -pernik untuk prasarana persembahyangan, ia mengaku bersyukur tidak mengalami kesulitan mendapatkannya. Menurutnya, bahan -bahan seperti janur, kelapa, dan yang lainnya sangat mudah didapatkan.
"Kami bersyukur tinggal di Solo tidak kesulitan untuk mencari bahan-bahan untuk prasarana persembahyangan daripada di Bali. Di Bali ketika Galungan semua akan naik harganya, karena kadang tidak ada barangnya. Di sini mudah mencarinya," ujarnya.
Editor : Joko Piroso