SRAGEN, iNewsSragen.id - Proyek pembangunan Jembatan Butuh di Sragen senilai Rp14,4 miliar yang dibiayai dari APBD 2024 kini menjadi sorotan publik setelah baja rangka jembatan yang menghubungkan Desa Pilang, Kecamatan Masaran, dengan Desa Gedongan, Kecamatan Plupuh, mengalami kerusakan akibat diterjang banjir Sungai Bengawan Solo, Selasa (12 /11/2024).
Gerakan Pembaharuan Sragen (GPS) mengkritik keras proses perencanaan dan pelaksanaan pembangunan Jembatan Butuh, yang menelan anggaran hingga Rp14,4 miliar, terkait dengan kondisi rangka baja jembatan yang melengkung setelah diterjang banjir pada 12 November 2024.
GPS menilai bahwa kualitas dan metode konstruksi jembatan tersebut meragukan dan bisa berisiko tidak selesai tepat waktu sesuai kontrak, yang seharusnya pada akhir Desember 2024.
Sekretaris GPS, Budi Setyo, mengungkapkan keprihatinannya terkait pembangunan jembatan yang menghubungkan Desa Gedongan di Plupuh dan Desa Pilang di Masaran, Sragen, tersebut.
Ia mempertanyakan apakah perencanaan dan pelaksanaan proyek ini telah dilakukan secara matang dan profesional, terutama mengenai penggunaan teknologi yang tepat dalam konstruksi jembatan.
Menurutnya, penggunaan perancah manual pada konstruksi rangka baja berisiko, dan seharusnya alat berat seperti crane digunakan untuk memastikan kestabilan dan keamanan. Selain itu, ia juga menyoroti kurangnya pengawasan dari tenaga ahli yang berkompeten selama proses pembangunan.
Sekretaris Gerakan Pembaharuan Sragen (GPS),Budi Setyo (paling kiri).Foto:iNews/Joko P
Budi Setyo juga menyampaikan kekhawatirannya bahwa proyek yang menggunakan anggaran tahun tunggal tersebut tidak akan selesai tepat waktu dan berpotensi merugikan masyarakat. “Jembatan itu kalau jadi bisa memperlancar perdagangan dan akses ekonomi warga,” katanya.
Sementara itu, anggota GPS, Haryanto, menduga adanya kesalahan teknis dalam konstruksi dan memperingatkan bahwa bahan baja yang digunakan pada jembatan tersebut seharusnya sesuai dengan standar yang telah disepakati dalam rencana anggaran biaya (RAB).
Ia menambahkan bahwa jika rangka baja sudah melengkung, maka kekuatannya akan berkurang, dan jembatan tersebut mungkin tidak layak digunakan lagi.
Haryanto meminta Pemkab Sragen untuk bertanggung jawab atas masalah ini dan memastikan agar kualitas pekerjaan dapat diperbaiki dengan segera.
Tuntutan GPS ini menambah sorotan terhadap pengelolaan dan pengawasan proyek infrastruktur di Sragen, khususnya terkait dengan penggunaan anggaran publik yang besar dan potensi kerugian bagi masyarakat jika kualitas proyek tidak terjaga.
Editor : Joko Piroso