YOGYAKARTA,iNewsSragen.id - Seorang warga Solo Baru, Grogol, Sukoharjo, berinisial AN (65), menggugat Bank BTN/Bank Tabungan Negara Cabang Yogyakarta/Jogja, lantaran dinilai wanprestasi terkait kredit Apartemen Malioboro Park View yang berlokasi di Jalan Laksda Adisucipto Km 8, Yogyakarta. Dalam perkara itu korban tidak hanya AN saja, namun diperkirajan ada ratusan jumlahnya.
Melalui Asri Purwanti yang ditunjuk sebagai kuasa hukum, AN melayangkan gugatan perdata di Pengadilan Negeri (PN) Yogyakarta Kelas 1A. Gugatan ditujukan tiga pihak, yakni selain BTN, juga termasuk notaris dan PT Malioboro Ensu Sejahtera selaku pengembang.
"Sebagai konsumen yang telah membayar cicilan sejak 2018 dan lunas pada Maret 2024 lalu, hingga kini klien kami dan ratusan pembeli lainnya belum juga menerima serah terima kunci atas unit apartemen yang dibeli secara kredit melalui Bank BTN Yogyakarta," kata Asri disela menunggu sidang di PN Yogyakarta Kelas 1A, Rabu (13/11/2024).
Berlarut-larutnya penyelesaian tanggung jawab pengembang dan Bank BTN itu telah membuat para konsumen merasa tertipu atas kredit pembelian Apartemen Malioboro Park View yang terdiri dua gedung bernama, Tower Prambanan dan Tower Borobudur. Jumlah pembeli apartemen yang menjadi korban diperkirakan mencapai 500 orang lebih.
"Dalam gugatan ini, intinya kami tidak menuntut penyerahan kunci karena kami tahu bahwa apartemen itu ternyata bermasalah dimana sudah ada putusan pailit dari pengadilan dan penyelesaiannya melalui kurator. Kami juga pesimis kurator dapat menyelesaikan karena izin pembangunan apartemennya saja ternyata masih meragukan sehingga mustahil ada yang mau membeli kalau misalnya akan di lelang," ujar Asri yang juga Ketua DPD KAI Jawa Tengah itu.
Dalam perkara ini, AN disebutkan Asri membeli dua unit apartemen. Semula unit yang dibeli di Tower Prambanan kemudian ditengah jalan dipindah oleh pengembang di Tower Borobudur. Pembelian apartemen tujuan awalnya untuk tempat tinggal anak AN yang kuliah di Yogyakarta, namun hingga sang anak lulus kuliah dan sekarang sudah bekerja, unit apartemen itu tak kunjung dapat ditempati.
"Yang lebih parahnya lagi, ketika pada sekira 2020 ada putusan pailit, pihak Bank BTN masih terus mengejar setoran cicilan ke klien kami tiap bulannya, dengan besaran sekira Rp 9 juta. Pembayaran cicilan kredit itu mestinya distop dulu karena pengembangnya dinyatakan pailit. Maka dalam kasus ini Bank BTN harus bertanggung jawab. Patut diduga sertifikat yang mestinya sudah diserahkan ke konsumen masih ditahan oleh pihak bank," tegas Asri.
Selain gugatan perdata, Asri mengungkapkan bahwa kliennya bersama para konsumen lain yang juga menjadi korban jual beli apartemen itu akan menempuh jalur hukum pidana dengan melaporkan Bank BTN, pengembang, notaris, dan kurator ke Direktorat Kriminal Khusus (Dirkrimsus) Polda DIY. Bahkan juga akan membuat aduan ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait Bank BTN.
"Karena setelah ada putusan pailit itu ada konsumen yang cicilannya tidak lancar, kemudian rekeningnya kena BI Checking, yaitu Informasi debitur individual historis yang mencatat lancar atau macetnya pembayaran kredit (kolektibilitas). Ini kan unit apartemennya masih bermasalah, seharusnya pihak Bank BTN stop dulu terima angsuran dari konsumen, bukan malah sebaliknya mengejar terus," pungkasnya.
Editor : Joko Piroso