SEMARANG, iNewsSragen.id - Proses ekshumasi atau pembongkaran makam Darso (43) di TPU Kampung Gilisari, Kelurahan Purwosari, Kecamatan Mijen, Kota Semarang, telah selesai, Senin siang (13/1/2025). Langkah ini dilakukan sebagai bagian dari penyelidikan yang sedang berlangsung terkait kematian Darso yang diduga akibat penganiayaan oleh oknum anggota Satlantas Polresta Yogyakarta.
Tim forensik yang dipimpin oleh Dr. Istiqomah, ahli forensik dari Biddokes Polda Jateng, bersama tim gabungan dari Rumah Sakit Bhayangkara Semarang, Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang, dan Universitas Muhammadiyah Semarang (Unimus), berhasil mengeluarkan jenazah dari makam dan membawa sampel dari beberapa organ vital korban untuk diperiksa lebih lanjut di laboratorium.
Sampel organ tersebut akan dianalisis menggunakan teknik scientific crime investigation guna mengetahui penyebab pasti kematian korban.
Kabid Humas Polda Jateng, Kombes Pol Artanto, mengatakan bahwa tim forensik yang berkompeten akan melakukan pemeriksaan menyeluruh. Ia menegaskan bahwa hasil analisis akan diumumkan setelah tim forensik selesai dengan proses penelitian. "Kami tidak bisa menyampaikan apa saja organ yang diambil, itu untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut oleh tim forensik. Mereka sudah ahli di bidangnya dan pasti bisa menemukan penyebab kematian," ujarnya.
Proses ekshumasi dimulai sekitar pukul 10.00 WIB dan disaksikan oleh keluarga korban serta kuasa hukum mereka, Antoni Yudha Timor. Antoni menjelaskan bahwa meskipun keluarga hadir selama ekshumasi, mereka tidak dapat mengawal pemeriksaan laboratorium yang dilakukan setelahnya. Ia juga mengungkapkan bahwa tim forensik mengambil sampel dari organ vital, termasuk organ kepala, dada, dan perut korban.
Menanggapi keterangan Polresta Yogyakarta yang membantah adanya penganiayaan dalam kematian Darso, Antoni menyatakan bahwa tawaran uang santunan dari oknum polisi kepada keluarga korban setelah kejadian menjadi pertanyaan. "Mereka (oknum polisi) sempat datang memberi uang sebagai bentuk permintaan maaf. Jika tidak ada masalah, kenapa mereka meminta maaf?" tanya Antoni, yang juga merasa tawaran tersebut mencurigakan.
Direktur Reskrimum Polda Jateng, Kombes Pol Dwi Subagio, mengungkapkan bahwa hingga saat ini, pihaknya telah memeriksa 10 saksi terkait peristiwa ini. Namun, para oknum polisi yang diduga terlibat dalam penganiayaan tersebut masih belum dimintai keterangan. Kombes Dwi menegaskan bahwa penyelidikan masih berlangsung dan pihaknya akan terus mengusut tuntas kasus ini.
"Kami akan terus melakukan penyelidikan. Para terlapor belum dimintai keterangan. Kami sedang mendalami seluruh informasi yang ada," tambahnya.
Darso, yang merupakan warga Purwosari, Mijen, Kota Semarang, tewas pada September 2024 setelah diduga dianiaya oleh oknum polisi. Pada 21 September 2024, Darso didatangi oleh enam polisi berpakaian preman di rumahnya di Desa Gilisari dan dibawa paksa ke sawah, tempat ia dianiaya. Beberapa hari kemudian, Darso dilarikan ke rumah sakit dan dirawat selama lima hari sebelum akhirnya meninggal dunia.
Keluarga korban melalui kuasa hukumnya mendesak Polda Jateng untuk mengusut kasus ini secara transparan dan adil. Mereka berharap agar penyelidikan ini bisa mengungkap kebenaran dan memberikan keadilan bagi korban.
Keluarga juga berharap hasil ekshumasi dan pemeriksaan laboratorium dapat memberikan petunjuk yang jelas mengenai penyebab kematian Darso, apakah ada unsur penganiayaan atau tidak. Proses hukum diharapkan berjalan dengan profesional dan mengarah pada keadilan yang setimpal bagi para pelaku yang terlibat.
Editor : Joko Piroso