YOGJAKARTA, iNewsSragen.id - Keputusan Sultan Hamengkubuwono IV yang mengizinkan Belanda, orang Eropa, dan Tionghoa untuk menyewa tanah memicu ketidakpuasan Pangeran Diponegoro. Pangeran Diponegoro tidak setuju dengan kebijakan adiknya yang menyewakan tanah di Bedoyo, kawasan dataran tinggi lereng Gunung Merapi.
Pangeran Diponegoro dikenal sebagai sosok yang tidak pernah menyewakan tanah jabatannya dan sangat teliti dalam mengelola harta kekayaannya. Hubungannya yang baik dengan para petani penggarap tanah dan perluasannya atas tanah membuatnya menjadi salah satu pemilik tanah terluas dan terkaya di Kesultanan Yogyakarta. Oleh karena itu, inisiatif Sultan Hamengkubuwono IV untuk menyewakan tanah kepada Belanda dan orang Eropa membuat Pangeran Diponegoro sangat terganggu.
Bahkan, menurut buku "Takdir Riwayat Pangeran Diponegoro: 1785-1855" karya Peter Carey, Pangeran Diponegoro sering bertengkar dengan adiknya terkait keputusan ini. Persoalan sewa tanah menjadi salah satu poin perselisihan antara keduanya.
Sementara itu, Buku Kedung Kebo bahkan menyebutkan bagaimana pada saat dilangsungkan upacara Garebeg Puwasa, 12 Juli 1820, Pangeran Diponegoro secara terbuka di muka umum memarahi Danurejo IV, yang mengizinkan penyewaan lahan sawah milik kerajaan kepada pengusaha perkebunan nila asal Inggris.
Ketika Danurejo menjawab kritik itu dengan asal-asalan, Pangeran benar-benar murka sampai-sampai melepaskan selopnya dan memukulkannya dengan keras ke wajah Patih Danurejo. Salah satu langkah pertama Diponegoro sebagai wali (wakil- Dalem) Sultan yang masih balita, Hamengkubuwono V, adalah menyerang seluruh kebijakan itu
Bagi pangeran kebijakan itu dianggap membuat rakyat menderita begitu banyak menyewakan tanah - tanah ke Belanda. Hal itu ia sampaikan kepada Patih Danurejo saat pertemuan Dewan Pemerintahan Tertinggi Yogya, pada Januari 1823.
Maka tak heran bila ada pendapat dari saudara sepupu tertua Pangeran Diponegoro, Mangkudiningrat II yang menuliskan salah satu sebab utama besarnya dukungan bagi Pangeran Diponegoro menyusul pecahnya Perang Jawa, adalah ketidaksenangan orang-orang Jawa pribumi karena tanah-tanah mereka disewakan ke orang-orang Tionghoa dan Eropa.
Editor : Joko Piroso
Artikel Terkait