Perjanjian Giyanti, Pembagian Pusaka Kesultanan Mataram ke Surakarta dan Yogyakarta

Avirista Midaada/Joko P
Abdi dalem Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat Solo membawa gamelan sekaten Kiai Guntur Madu dan Kiai Guntur. Foto/Istimewa

SOLO, iNewsSragen.id - Perjanjian Giyanti, yang disepakati pada tahun 1755, merupakan momen penting dalam sejarah Jawa karena menjadi titik pembagian Kesultanan Mataram menjadi dua entitas: Surakarta dan Yogyakarta.

Perjanjian ini bukan hanya memisahkan wilayah dan otoritas, tetapi juga mempengaruhi warisan budaya, termasuk pembagian benda pusaka keraton, salah satunya adalah gamelan.

Gamelan adalah alat musik tradisional yang memiliki makna spiritual dan simbolis yang mendalam dalam kebudayaan Jawa. Sebelum Perjanjian Giyanti, gamelan di Keraton Mataram terdiri dari satu pasang.

Hal itu sebagaimana dikutip dari "Banteng Terakhir Kesultanan Yogyakarta: Riwayat Raden Ronggo Prawirodirjo III dari Madiun sekitar 1779 - 1810".

Namun, setelah pembagian, satu pasang gamelan tersebut harus dibagi dua, dengan Surakarta mendapatkan gamelan Kiai Guntursari dan Yogyakarta mendapatkan gamelan Kiai Gunturmadu, atau Kiai Sekati.

Setelah perjanjian, masing-masing wilayah mulai mengisi kembali perangkat gamelan mereka.

Editor : Joko Piroso

Halaman Selanjutnya
Halaman : 1 2

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network