Nanang Sulistyo Nugroho, Ketua Tim Pengamanan dan Pemanfaatan Aset Barang Milik Daerah Badan Pengelolaan Keuangan dan Pendapatan Daerah (BPKPD) Sragen, menjelaskan kronologi terkait tanah eks-banda desa yang menjadi sengketa.
Menurut Nanang, tanah ini bermula sebagai tanah eks-banda desa atau eks-lungguh bayan, yang pada masa pemerintahan Bupati H.R. Bawono diinstruksikan untuk dikembalikan ke pemerintah daerah setelah selesai digarap.
Namun, tanah tersebut ternyata telah disertifikatkan atas nama pihak lain, yang kemudian sertifikatnya ditarik kembali oleh Pemkab Sragen untuk dihapuskan di Badan Pertanahan Nasional.
Pada tahun 1994, Pemkab Sragen kemudian berhasil mengajukan sertifikat atas lahan tersebut atas nama Pemkab Sragen, sehingga sejak saat itu tanah tersebut menjadi aset Pemkab Sragen dengan luas 2.640 m2 dan 4.768 m2.
Nanang menjelaskan bahwa meskipun Pemkab Sragen telah melakukan lelang atas lahan ini sejak tahun 1994, tiga orang warga melakukan klaim sepihak terhadap lahan tersebut. Konflik ini sempat berlanjut ke Pengadilan Negeri Sragen, namun karena kewenangan yang tidak tepat, kasusnya seharusnya ditangani oleh Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Meskipun demikian, hingga saat ini tidak ada gugatan yang diajukan ke PTUN. Pemkab Sragen telah mengambil langkah-langkah untuk mengamankan aset daerah ini, termasuk dengan mengirimkan surat pada tanggal 28 Juni 2024 kepada pihak yang bersangkutan, memberi peringatan bahwa lahan tersebut akan digunakan untuk kepentingan Dinas Ketahanan Pangan, Pertanian, dan Perikanan. Mereka dilarang untuk menggarap lahan tersebut, namun tindakan pemasangan plakat oleh warga terjadi pada Minggu setelah peringatan tersebut.
Editor : Joko Piroso
Artikel Terkait