GROBOGAN, iNewsSragen.id - Tradisi Sadranan di Desa Sumberjosari, Grobogan, Jawa Tengah, merupakan upacara yang kaya akan makna budaya dan sejarah lokal.
Acara ini dimulai dengan Kirab Benda Pusaka yang mengelilingi desa dan berakhir di petilasan Pangeran Suryo Kusumo, pendiri Desa Sumberjosari.
Di sana, terjadi serangkaian kegiatan yang melibatkan ratusan emak-emak yang saling berdesakan untuk mendapatkan bungkusan panci berisi nasi dan lauk pauk.
Sebelum prosesi pengambilan bungkusan dimulai, warga diberi satu bungkus gulai kambing sebagai persiapan.
Meskipun ada upaya untuk menjaga ketertiban, beberapa emak-emak tetap berdesakan dan berteriak agar proses berjalan dengan lancar.
Tradisi ini tidak hanya sebagai ajang pengenangan kepada leluhur dan pendiri desa, tetapi juga sebagai momen untuk meminta berkah kepada Sang Pencipta atas rizki yang diberikan kepada seluruh warga.
Setelah pembacaan doa, setiap warga membawa pulang bungkusan panci untuk dimakan bersama keluarga.
Kirab Benda Pusaka yang mengelilingi desa dan berakhir di petilasan Pangeran Suryo Kusumo, pendiri Desa Sumberjosari.Foto:iNews/Rustaman N
Yuliani, salah satu warga mengaku selama ini warga selalu ikut mengadakan tradisi sadranan ini untuk mendoakan dan mengingat jasa para leluhur terutama pendiri desa Sumberjosari ini.
Mereka juga meminta barokah kepada sang pencipta atas berkah yang telah diberikan kepada seluruh warga desa Sumberjosari, kecamatan Karangrayung, Grobogan, selama ini.
Setelah dibacakan doa, maka seluruh bungkusan panci berisikan nasi dan lauk-pauk ini kemudian dibawa pulang untuk dimakan bersama keluarga.
Menurut Ahmadi, anak juru kunci makam Pangeran Suryo Kusumo, tradisi ini selalu digelar setiap bulan suro.
Tempat keramat ini merupakan salah satu petilasan Pangeran Suryo Kusumo, salah satu Waliyullah, yang telah melakukan babat alas untuk mendirikan sebuah desa yang kini dikenal dengan nama desa Sumberjosari, Karangrayung.
Tradisi ini selalu rutin dilaksanakan setiap tahun sekali setiap tanggal sepuluh bulan suro.
Prosesi awal dalam tradisi ini adalah kirab benda pusaka yang dimulai dari rumah kepala dusun setempat mengelilingi desa dan berhenti di petilasan Pangeran Suryo Kusumo dengan mengenakan pakaian ala masa kerajaan.
Petilasan Pangeran Suryo Kusumo, salah satu Waliyullah.Foto:iNews/Rustaman N
Sesampai di petilasan, benda pusaka diletakkan di dalam tempat yang digunakan Pangeran Suryo Kusumo untuk beristirahat. Sementara sebagian panitia mengganti kain mori putih yang lama dengan baru.
Tujuannya adalah untuk mengajarkan sejarah pendirian desa kepada generasi muda serta melestarikan budaya dan kearifan lokal yang kaya akan nilai-nilai tradisional.
Tradisi Sadranan ini bukan hanya sekadar acara ritual, tetapi juga sarana penting dalam mempertahankan identitas dan kebersamaan masyarakat Desa Sumberjosari.
Editor : Joko Piroso
Artikel Terkait