Ia menuturkan, dalam pelaksanaan sita eksekusi yang dijaga oleh sejumlah aparat kepolisian dan TNI itu, oknum panitera PN Sukoharjo saat mendapat protes perihal salah tulis alamat obyek menjawab bahwa kesalahan tulis itu tidak ada masalah.
"Saat itu termohon sita eksekusi protes, tapi oleh oknum panitera dijawab, ah itu kan cuma kesalahan penulisan saja. Padahal Makamhaji sama Nguter ini jauh jaraknya dan beda kecamatan. Cuma sama-sama di Kabupaten Sukoharjo," ucap Juned didampingi Asy'adi.
Tak hanya itu saja, ia juga menilai bahwa pelaksanaan sita eksekusi yang dijalankan PN Sukohrajo patut diduga tidak sesuai prosedur. Dimana termohon tidak diberi waktu melakukan permohonan penundaan.
"Ini sangat luar biasa sekali, pemberitahuannya (sita eksekusi) itu mendadak. Tanggal 14 surat pemberitahuan dikirim, besok paginya tanggal 15 langsung eksekusi. Surat penundaan kami kirim seketika itu juga (15 Agustus 2024), tapi tidak mendapat respon," ungkap Juned.
Atas dugaan maladministrasi yang dilakukan oleh PN Sukoharjo itu, Juned pun mengaku sudah berkirim surat ke Mahkamah Agung, Satgas Mafia Tanah Mabes Polri, Komisi Yudisial, Kementerian ATR/BPN, hingga Ombudsman.
"Karena ini merupakan suatu tindakan sewenang-wenang yang luar biasa. Dan belum ada dalam sejarahnya hal seperti ini (kekeliruan penulisan surat produk hukum) dilakukan diseluruh peradilan yang ada di Indonesia. Jadi hukum itu tidak boleh salah," tandasnya.
Editor : Joko Piroso
Artikel Terkait