SUKOHARJO,iNewsSragen.id - Bakal pasangan calon (bapaslon) bupati dan wakil bupati jalur perseorangan di Pilkada Sukoharjo, Tuntas Subagyo-Djayendra Dewa, menyatakan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) terbaru tentang persyaratan pencalonan kepala daerah pasca putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 60/PUU-XXII/2024, diskriminatif.
Putusan MK yang diakomodir dalam Pasal 95 ayat (1) Peraturan KPU Nomor 8 Tahun 2024 tentang Pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota, dinilai tidak berkeadilan karena ada perbedaan mendasar terkait pijakan penentuan syarat bagi parpol atau gabungan parpol, dan syarat bagi calon perseorangan.
Berdasarkan Keputusan KPU Kabupaten Sukoharjo Nomor 861 Tahun 2024 tentang penetapan syarat minimal suara sah parpol atau gabungan parpol peserta Pemilu 2024 untuk mengajukan pasangan calon pada Pilkada Sukoharjo 2024 menyatakan, syarat minimal suara sah 7,5% dari hasil Pemilu 2024, atau sebanyak 41.732 suara.
Sedangkan untuk calon perseorangan harus memiliki dukungan sebanyak 7,5% dari DPT (Daftar Pemilih Tetap) Pemilu 2024 atau 7,5% x 678.576 = 50.893 dukungan.
Hal itu disampaikan oleh kuasa hukum Tuntas-Djayendra, Indra Tri Angkasa, menanggapi putusan MK tentang persyaratan pencalonan kepala daerah yang mana untuk syarat dukungan calon perseorangan tidak disamakan dengan syarat pencalonan parpol yakni dari suara sah hasil Pemilu 2024.
"Kita patut mengapresiasi dan mendukung. Dalam putusan itu, MK memberi ruang kepada partai politik non parlemen, untuk memiliki hak yang sama dalam mencalonkan kepala daerah. Namun untuk calon perseorangan sepertinya berbeda. Ini menunjukkan adanya diskriminasi aturan oleh KPU," kata Indra didampingi Tuntas dan Djayendra dalam konferensi pers pada, Selasa (27/8/2024)
Ia menilai, persyaratan calon perseorangan untuk maju sebagai calon kepala daerah belum bisa sepenuhnya mengakomodir Hak Azasi Manusia (HAM ) dan semangat demokrasi yang tertuang dalam UUD 1945 pasal 28 D ayat (3), bahwa setiap warga begara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan.
"Oleh karenanya, demi rasa keadilan terhadap hak politik warga negara, maka kami meminta KPU menerbitkan PKPU yang mengatur persyaratan jumlah minimal dukungan calon perseorangan adalah sama dengan persyaratan seperti calon yang berasal dari parpol," tegasnya.
Disisi lain, Indra juga mengungkapkan bahwa saat ini pihaknya tengah berproses menggugat hasil pleno verifikasi faktual KPU Sukoharjo yang menyatakan bakal pasangan calon (bapaslon) perseorangan, Tuntas-Djayendra tidak memenuhi syarat (TMS) sebagai peserta Pilkada Sukoharjo berdasarkan hasil verfak perbaikan atau kedua.
"Saat ini proses gugatan kami di Bawaslu Sukoharjo masih dalam masa perbaikan. Yang jelas, kami mewakili pak Tuntas dan pak Djayendra dalam melakukan permohonan penyelesaian sengketa ini dengan alasan, atau bukti yang cukup memiliki legalitas secara resmi," ungkap Indra.
Salah satu alasan itu disebutkan, bahwa penyebab berkurangnya dukungan yang didapatkan Tuntas-Djayendra hingga hasil akhirnya TMS karena ada dugaan perbuatan pelanggaran yang dilakukan oleh KPU Sukoharjo, dalam hal ini sebagai termohon gugatan di Bawaslu.
"Lalu apa detail perbuatan pelanggarannya? Itu nanti akan kami sampaikan dalam persidangan. Memang proses penyelesaian ini bersifat administratif, tapi kami ingin buktikan bahwa pelanggaran-pelanggaran yang terjadi dalam proses verfak, khususnya yang kedua, itu punya dimensi pidana," tandasnya.
Editor : Joko Piroso
Artikel Terkait