Strategi Benteng Belanda Gagal Hadapi Perang Gerilya Diponegoro di Mataram

Avirista Midaada
Sisa benteng kolonial peninggalan Belanda di wilayah Mataram, menjadi saksi bisu kegagalan strategi militer De Kock dalam menghadapi perang gerilya Pangeran Diponegoro.Foto: Arsip BPCB DIY

Peran Rakyat dan Kehancuran Strategi Kolonial

Wilayah Mataram saat itu hanya mengakui Sultan Ngabdulkamid Herucokro, yakni Pangeran Diponegoro, sebagai pemimpin sah. Dukungan rakyat terhadap perjuangan Diponegoro menjadi faktor krusial dalam keberhasilan logistik dan informasi.

Sementara itu, benteng-benteng Belanda, yang dibangun dari bahan seadanya, justru menjadi sasaran mudah perlawanan rakyat, mudah dihancurkan atau dibakar. Beberapa bahkan dihancurkan oleh warga sendiri sebelum dipakai.

Mataram berubah menjadi medan pertempuran brutal dengan penghancuran desa, eksekusi tawanan, dan penderitaan warga sipil. Perang ini mencerminkan keputusasaan Belanda dalam menghadapi kekuatan rakyat dan medan yang tidak bersahabat.

Meskipun telah membangun ratusan benteng, strategi kolonial De Kock gagal total dalam membungkam perjuangan Diponegoro. Perang Diponegoro bukan sekadar konflik senjata, tetapi simbol perlawanan cerdas dan militan rakyat terhadap penjajahan.

Sejarah mencatat: benteng tidak akan berguna jika berhadapan dengan semangat kemerdekaan dan kesetiaan rakyat pada pemimpinnya.

 

Editor : Joko Piroso

Sebelumnya

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network