Menurut Retno, unggahan yang beredar di medsos hanya menyoroti tampilan luar bangunan yang kecil dan tidak mempertimbangkan fungsinya yang sangat penting. Di dalam bangunan tersebut, terdapat sejumlah perangkat teknis yang mendukung kelancaran sistem irigasi, termasuk pompa dan panel listrik untuk memompa air ke lahan pertanian.
Salah satu hal yang menjadi perhatian adalah pemilihan sumur dalam sebagai sumber air irigasi. Menurut Retno, pengeboran sumur dalam yang lebih dari 60 meter diperlukan untuk menghindari gangguan terhadap sumur-sumur milik penduduk di sekitar lokasi.
“Jika menggunakan sumur dangkal, akan mengganggu pasokan air bagi warga. Selain itu, mesin pompa dan sistem irigasi juga membutuhkan biaya tambahan untuk memastikan kelancaran distribusi air,” lanjutnya.
Dispertan juga menegaskan bahwa program irigasi perpompaan ini merupakan bagian dari upaya untuk meningkatkan ketahanan pangan di Kabupaten Boyolali. Dengan adanya sumur dalam dan pompa irigasi, petani setempat tidak lagi bergantung sepenuhnya pada curah hujan.
“Dengan sistem irigasi ini, lahan pertanian dapat tetap produktif meskipun di musim kemarau. Ini juga memungkinkan petani di Desa Gagaksipat untuk melakukan panen dua kali setahun, bukan hanya sekali,” pungkas Retno.
Dengan penjelasan tersebut, Dispertan berharap masyarakat bisa lebih memahami pentingnya proyek ini dalam mendukung ketahanan pangan di Boyolali, meskipun anggaran yang dikeluarkan mungkin terlihat besar jika hanya mengacu pada bentuk bangunannya yang sederhana.
Editor : Joko Piroso
Artikel Terkait
