SRAGEN, iNewsSragen.id — Satu per satu kisah pilu para pemilik gamelan di wilayah Solo Raya terungkap. Mereka kehilangan perangkat musik tradisional bernilai tinggi setelah dipinjam oleh seorang seniman yang dikenal di lingkaran karawitan. Di balik janjinya untuk meminjam alat demi latihan mahasiswa asing, ternyata tersimpan modus penggelapan yang rapi dan menjerat banyak korban.
Adalah Bekti Sigit Nugroho (35), warga Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta, yang kini harus berhadapan dengan hukum. Satreskrim Polres Sragen berhasil mengungkap kasus penggelapan gamelan setelah menerima laporan dari Mulyo Sukamto Warkam, warga Dukuh Bulu, Desa Sambi, Kecamatan Sambirejo, Sragen. Namun, dari hasil penyelidikan, kasus ini ternyata tidak hanya satu. Belasan korban lain dari berbagai daerah, termasuk Karanganyar dan Sukoharjo, mengaku mengalami hal serupa.
Modus yang digunakan Bekti begitu meyakinkan. Ia mengaku akan menyewa gamelan untuk latihan mahasiswa asing di ISI Surakarta. Dengan cara itu, ia mendapatkan kepercayaan penuh dari para pemilik gamelan yang sebagian besar adalah pelatih karawitan, pegiat budaya, hingga ahli waris perangkat gamelan peninggalan keluarga. Namun, bukannya dikembalikan, gamelan-gamelan itu justru digadaikan ke Pegadaian UPC Bekonang, Sukoharjo, dengan nilai mencapai Rp 100 juta hingga Rp 120 juta per set.
Total kerugian dari seluruh korban kini ditaksir mencapai Rp 1,4 miliar.
“Pelaku meminjam atas nama latihan mahasiswa Jepang. Setelah batas waktu habis, gamelan tidak kunjung dikembalikan. Saya cari ke rumahnya, tapi tidak ada,” ungkap Suryadi, salah satu korban asal Karanganyar, Rabu (14/10/2025).
Suryadi bahkan sempat didatangi keluarga pelaku. Namun, bukannya mendapat itikad baik, ia justru ditantang untuk melapor ke Polisi. “Keluarganya malah bilang silakan lapor. Akhirnya saya cari ke Pegadaian, dan benar gamelan saya digadaikan Rp 100 juta,” katanya.
Cerita serupa datang dari Narmo, pelatih Sanggar Janur Kuning Sroyo, Jaten, Karanganyar. Ia dua kali menyewakan gamelan kepada Bekti. Pada transaksi pertama, gamelan dikembalikan, namun pada peminjaman kedua, alat musik tradisional itu raib dan ditemukan telah digadaikan senilai Rp 104 juta.
“Gamelan itu bukan sekadar barang, tapi warisan budaya dan kenangan keluarga,” ucap Narmo lirih. Ia bersama korban lain kini membentuk grup WhatsApp untuk saling berkoordinasi dan memperjuangkan hak mereka. Beberapa bahkan rela menjual tanah atau meminjam uang bank demi menebus gamelan yang sudah digadaikan pelaku.
Editor : Joko Piroso
Artikel Terkait