Kala itu, kepergian Pangeran Diponegoro diikuti oleh masyarakat keraton yang berjumlah 77 orang. Dengan segera, Pangeran Diponegoro langsung membangun pertahanan dan menyusun strategi pembalasan di Goa Selarong.
Selama mengungsi di Goa Selarong Bantul Yogyakarta, pasukan Pangeran Diponegoro bertambah jumlahnya bahkan sampai ribuan dari masyarakat sekitar goa.
Selama bersembunyi di Goa Selarong Bantul Yogyakarta, tercatat pasukan Belanda pernah melancarkan serangan sebanyak 3 kali. Namun, upaya tersebut gagal karena Pangeran Diponegoro telah pergi ke goa sekitarnya.
Uniknya, Goa Selarong yang digunakan sebagai persembunyian Pangeran Diponegoro ini memiliki ukuran yang cukup kecil. Bahkan sebetulnya tidak cocok jika diberi label goa. Bentuk Goa Selarong sendiri terbagi menjadi dua bagian yaitu goa Kakung dan goa Putri.
Di mana kedalaman dua goa ini hanya 1,5 meter, goa Kakung yang ditempati Pangeran Diponegoro dan pasukannya memiliki lebar 2 meter dan goa Putri yang digunakan untuk istri Pangeran Diponegoro, R.A Ratnangingsih memiliki ukuran 3 meter persegi.
Di Goa Selarong dibentuk beberapa batalyon yang dipimpin oleh Ing Ngabei Joyokusumo, Pangeran Prabu Wiromenggolo, dan Sentot Prawirodirjo dengan pakaian dan atribut yang berbeda. Sepanjang bulan Juli 1825 hampir seluruh pinggiran kota diduduki oleh pasukan Diponegoro.
Markas besar Pangeran Diponegoro di Goa Selarong dipimpin oleh lima serangkai yang terdiri dari Pangeran Diponegoro sebagai ketua markas, Pangeran Mangkubumi merupakan anggota tertua sebagai penasihat dan pengurus rumah tangga, Pangeran Angabei Jayakusuma sebagai panglima pengatur siasat dan penasihat di medan perang, Alibasah Sentot Prawirodirjo yang
sejak kecil dididik di Istana dan setelah perang Diponegoro bergabung dengan Pangeran Diponegoro dan Kyai Modjo sebagai penasihat rohani pasukan Pangeran Diponegoro.
Editor : Joko Piroso