Misteri mengenai kera terbesar selama ini sulit diungkap karena hanya berdasarkan beberapa fosil. Langkah ini ini membangkitkan harapan bahwa para ilmuwan bisa mengungkap kehidupan makhluk-makhluk purbakala, termasuk manusia purba, yang bermukim di kawasan hangat. Pasalnya, hingga kini kans untuk menemukan DNA atau protein purbakala di iklim tropis tergolong kecil mengingat kondisi sampel-sampel yang ada cenderung cepat memburuk. "Kajian ini menunjukkan bahwa protein purbakala kemungkinan merupakan molekul yang paling cocok bertahan sepanjang evolusi manusia terkini, bahkan di kawasan seperti Asia atau Afrika. Karenanya, di masa depan kita bisa meneliti evolusi kita sendiri sebagai suatu spesies untuk rentang waktu yang sangat panjang," kata Dr Walker kepada BBC News.
Gigantopithecus blacki pertama kali diidentifikasi pada 1935 berdasarkan sebuah fosil gigi. Kera itu diperkirakan hidup di Asia Tenggara seperti di Indonesia dari dua juta tahun lalu sampai 300.000 tahun lalu. Sejumlah gigi dan empat tulang rahang parsial telah diidentifikasi namun hubungan hewan itu dengan spesies kera besar lainnya sulit dilacak. Tubuh kera tersebut, menurut para ilmuwan yang menganalisa temuan fosil-fosil, sangat besar bahkan melampaui gorilla. Diperkirakan kera tersebut punah ketika habitatnya berubah dari hutan menjadi sabana.
Artikel ini telah diterbitkan di halaman SINDOnews.com pada oleh dengan judul "Ilmuwan Ungkap Jejak Orangutan Berukuran King Kong di Indonesia".
Editor : Joko Piroso