JAKARTA, iNewsSragen.id - Masyarakat umum mungkin belum banyak yang tahu mengenai perkembangan teknologi ruang angkasa Indonesia. Pasalnya, prestasi Indonesia di bidang keantariksaan memang jarang terdengar.
Meski negara-negara luar sudah sejak lama berlomba-lomba dalam bidang teknologi ruang angkasa dan bahkan ada yang diklaim telah sampai ke bulan, Indonesia bisa dibilang masih belum sampai ke tahap tersebut.
Namun, Indonesia bukannya tidak serius dalam pengembangan teknologi angkasa luar. Keseriusan Indonesia dibuktikan dengan didirikannya Lembаgа Penerbаngаn dаn Аntаriksа (LАPАN) pada tahun 1963.
LAPAN merupakan lembaga pemerintah non-kementerian yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui menteri yang membidangi urusan pemerintahan di bidang riset dan teknologi.
Perkembangan Teknologi Ruang Angkasa Indonesia
Pendirian LAPAN difokuskаn untuk penyelenggaraan keantariksaan, penelitian dan pengembangan sains antariksa, penginderaan jauh, hingga pengebangan teknologi penerbangan dan keantarikasaan. Hasilnya, Indonesiа berhаsil meluncurkаn Sistem Komunikаsi Sаtelit Domestik Pаlаpа A1 pada 9 Juli 1976.
Satelit pertama Indonesia tersebut diorbitkan dari Cape Canaveral, Florida, Amerika Serikat. Saat itu, Indonesia menjadi negara ketiga di dunia, setelah Amerika Serikat dan Kanada yang memakai satelit komunikasi.
Ini adalah wujud ambisi pemerintah Indonesia agar memiliki satelit sendiri yang bisa menghubungkan komunikasi di wilayah Indonesia dengan cepat dan efisien.
Sedangkan untuk teknologi satelit penginderaan jauh telah digunakan sejak tahun 1985 untuk berbagai aplikasi kebutuhan.
Meski begitu, untuk urusan mengirim astronotnya ke luar angkasa, Indonesia boleh dibilang telah tertinggal dari India dan Malaysia.
Indonesia Pernah Punya Calon Astronaut
Pada tahun 1986, Indonesia sempat memiliki calon astronot pertama. Ia adalah seorang perempuan bernama Prof. Dr. Pratiwi Sudarmono.
Pratiwi rencananya ditugaskan untuk ikut ke dalam misi STS-61H di pesawat ulang alik Columbia guna mengirim satelit Palapa-B2P, Skynet 4A, dan WESTAR 6S ke orbit bumi.
Pemberangkatannya dijadwalkan pada tanggal 24 Juni 1986 dan rencana mendarat 1 Juli 1986. Namun, misi tersebut dibatalkan karena terjadi insiden pesawat ulang alik Challeger yang menewaskan astronautnya.
Pratiwi sendiri merupakan ahli mikrobiologi dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Dalam rencana misi penerbangannya, perempuan kelahiran 31 Juli 1953 itu mendapat tugas untuk melakukan penelitian terkait daya tahan tubuh manusia dan kemungkinannya untuk hidup berkoloni di luar angkasa.
Kendati batal terbang, Pratiwi tetap melakukan penelitian di NASA dari tahun 1985-1987. Ia kemudian mengabdikan diri dengan melakukan berbagai penelitian sekaligus menjadi staf pengajar di kampusnya.
Meski lambat, Indonesia melalui LAPAN terus melakukan pengembangan satelit sendiri melalui riset dan kerja sama dengan dengan berbagai pihak. Hingga pada 10 Januari 2010, satelit komunikasi dan penginderaan jauh terbaru milik Indonesia yang bernama LAPAN A1 diluncurkan berkat kerjasama dengan Jerman.
Pada September 2015, LAPAN bekerja sama dengan Organisasi Radio Amatir Indonesia (ORARI) dan sukses meluncurkan satelit LAPAN A2 yang menumpang satelit milik India. Kemudian pada tahun 2016, LAPAN bekerja sama dengan Institut Pertanian Bogor (IPB) meluncurkan satelit LAPAN A3.
Ketiga satelit terbaru Indonesia itu memiliki tugas yang hampir sama, hanya saja teknologi satelit yang berbeda-beda dan semakin berkembang.
Itulah perkembangan teknologi ruang angkasa Indonesia. Dunia keantariksaan Tanah Air diharapkan bisa semakin maju ke depannya menyusul negara-negara lain yang telah berkembang pesat.
Editor : Joko Piroso