Para Adipati Pawengker di dalam Pura Wengker memerintah bergantian secara teratur dan tanpa campur tangan konflik suksesi. Mereka selalu memakai gelar adipati. Hingga suatu kali Wengker dipimpin orang yang jahat. Orang ini dihancurkan oleh Gusti Batoro Katong.
Dari sini, Dr Van Stein Callenfels penerjemah Serat Centhini sebagaimana dikisahkan pada "Antara Lawu dan Wilis : Arkeologi, Sejarah, dan Legenda Madiun Raya Berdasarkan Catatan Lucien Adam Residen Madiun 1934 - 1938)" menyimpulkan bahwa pura raja-raja Wengker berada di Desa Perdikan Setono yang ada di dekat Ponorogo, tempat Batoro Katong penguasa Islam pertama di Ponorogo tinggal bersama keturunannya.
Data historis juga sebenarnya tidak membantah fakta tersebut, meskipun banyak prasasti yang berasal dari akhir abad ke-10 dan awal abad ke-11 tidak menyebutkan tentang Wengker. Tetapi terdapat cerita yang menyatakan, bahwa Raja Wijaya dari Wengker sempat mundur ke keratonnya, yang bernama Keraton Tapa.
Menurut sejarawan Krom, pernyataan ini tampaknya tidak benar. Dia menduga bahwa Tapa bukanlah nama tempat tinggal, melainkan tindakan yang dilakukan oleh raja di dalam keratonnya-bertapa. Airlangga kemudian dapat mengusir sang raja yang dimaksudkan adalah Wijaya dari keratonnya dan membuatnya melarikan diri ke Kapang dan Saros.
Editor : Joko Piroso