Upaya Pembubaran BRB Dinilai Menyesatkan, LHA PSHT Madiun Angkat Suara
MADIUN, iNewsSragen.id - Lembaga Hukum dan Advokasi (LHA) Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Pusat Madiun angkat bicara terkait munculnya upaya pembubaran serta pelarangan penggunaan atribut PSHT dalam kegiatan Bumi Reog Berdzikir (BRB) yang dijadwalkan berlangsung pada 28 Desember 2025 di Ponorogo. Melalui pernyataan resmi, perwakilan LHA Amriza Khoirul Fachri, S.H. dan Ardian Azhari Kurniawan, S.H. menegaskan bahwa tindakan tersebut tidak memiliki dasar hukum dan berpotensi menyesatkan publik.
Amriza menyoroti klaim sepihak yang menyebutkan legalitas suatu kelompok PSHT dapat ditentukan melalui serasehan, rapat internal, atau pernyataan personal. Menurutnya, legalitas sebuah organisasi hanya ditentukan oleh instrumen hukum yang sah, bukan opini cabang maupun keputusan informal. Ia menegaskan, pernyataan tentang “pihak tidak sah”, “hilang legitimasi”, atau “atribut tidak boleh dipakai” tidak memiliki kekuatan hukum apa pun apabila tidak didukung putusan pengadilan yang inkrah atau surat keputusan administratif yang berkekuatan tetap.
Sengketa terkait SK Menkumham AHU-06.AH.01.43 Tahun 2025 juga menjadi perhatian. Ardian Azhari menjelaskan bahwa SK tersebut belum memiliki kekuatan hukum tetap karena sedang disengketakan di pengadilan dengan adanya pihak intervensi. SK administratif, lanjutnya, bukan putusan pengadilan sehingga bisa dicabut atau dibatalkan sewaktu-waktu. “Proses peradilan masih berjalan. Karena itu, tidak dapat dinyatakan bahwa satu pihak sah dan pihak lain tidak. Klaim tersebut terlalu prematur,” tegas Ardian. Ia menambahkan bahwa status kepengurusan Mas Moerdjoko juga masih dalam proses pemeriksaan sehingga tidak bisa dianggap tidak sah.
LHA PSHT Pusat Madiun juga menolak keras adanya larangan penggunaan atribut PSHT oleh kelompok tertentu. Menurut Amriza, larangan tersebut tidak memiliki legitimasi hukum dan bertentangan dengan kebebasan berserikat yang dijamin UUD 1945 dan UU Ormas. Selama sengketa belum memiliki putusan, tidak ada satu pihak pun yang berhak membatasi atribut organisasi yang sah secara struktural dan historis. Larangan itu bahkan dapat dikategorikan sebagai tindakan melawan hukum, penghalangan kebebasan berserikat, dan intimidasi organisasi.
Terkait adanya seruan mobilisasi massa untuk menekan penyelenggara BRB, Ardian mengingatkan bahwa sengketa badan hukum harus diselesaikan melalui proses pengadilan, bukan pengerahan massa. “Itu bukan mekanisme konstitusional dan justru berpotensi mengganggu ketertiban umum,” ujarnya. LHA meminta pemerintah dan aparat untuk tidak tunduk pada tekanan kelompok tertentu.
Editor : Joko Piroso