Ritual ini hanya dilakukan seumur hidup sekali dengan makna. Si anak agar tidak lupa dengan masa kelahiran dan mengingat kematian. Tetua juga akan membaca doa-doa sebelum darah diguyurkan.
Umumnya, mandi darah cuma dilakukan untuk lelaki saja. Orang yang dimandikan darah diminta untuk bertahan sekitar 10 menit sembari didoakan kesehatan, keselamatan dan dilapangkan rezeki oleh seluruh sesepuh maupun warga yang hadir.
Lalu dilanjutkan mensucikan diri dengan mandi di aliran sungai Rawas atau sekitar lokasi warga. Saat mandi darah dijalankan, lelaki tersebut telanjang dada dan hanya mengenakan celana pendek agar darah hewan ternak membasahi seluruh bagian badan.
Usai ritual mandi darah biasanya disambung acara hajatan seperti yasinan dan mendoakan sesepuh maupun orang tua yang telah meninggal dunia.
Masyarakat di Kabupaten Muratara, biasanya tidak secara keseluruhan memanfaatkan daging hewan sembelihan itu. Tidak ada yang tahu pasti sejarah ritual mandi darah ini.
Ritual ini sudah dilakukan sejak dahulu kala saat masyarakat wilayah Sumatra menganut Hindu dan Budha.
Setelah Islamisasi di daerah Sumatera Selatan, mayoritas masyarakatnya meninggalkan kepercayaan lamanya beserta ritual ini. Akhirnya, sekarang hanya dilakukan segelintir masyarakat Muratara saja.
Di sana, orang-orang menyebut mandi darah dengan sebutan Merabun Kemean. Jika ditanya ke mana daging hewan yang disembelih sebelumnya, jawabannya akan digunakan untuk syukuran dan sisanya akan dijual ke pasar.
Menurut salah satu sesepuh Desa Pauh, Hj Marhana, awal mulanya tradisi ini ritual warisan yang dilaksanakan sejumlah masyarakat untuk membayar nazar. Namun beberapa tahun terakhir, ritual ini berkembang menjadi sebagai bentuk rasa syukur.
Cermin kearifan lokal yang masih berkembang di masyarakat Rawas Ilir yang rata-rata berprofesi sebagai peternak sapi dan kerbau. Bagi mereka bisa mencapai pendidikan tinggi adalah suatu impian yang harus diraih dengan perjuangan.
Dan jika sang anak mampu meraih gelar sarjana sudah tentu keluarga akan sangat bahagia dan mengungkapkan rasa syukur. Selain dimandikan darahnya, daging sapi atau kerbau akan dimasak dan dimakan bersama warga satu kampung.
Intinya tetap sebagai ungkapan rasa syukur dan permohonan doa agar si anak diberikan kesuksesan dan dijauhkan dari malapetaka.
Editor : Joko Piroso
Artikel Terkait