SRAGEN,iNewsSragen.id - Kasus kematian santri di Pondok Pesantren Ta’mirul Islam di Desa Krikilan, Kecamatan Masaran, Sragen, Jawa Tengah, DW (14) yang diduga karena lalai tidak piket, dianiaya santri seniornya.
Akibat kematian santri asal Kedunggalar, Ngawi, Jawa Timur, tersebut menyebabkan kesedihan mendalam bagi keluarga. Pihak keluarga mengaku tidak terima dan menuntut pelaku dihukum seberat-beratnya.
Menurut paman korban, Nurhuda mengatakan, apalagi korban diketahui tidak mempunyai riwayat sakit apapun. Bahkan sebelum kejadian, korban sempat dijenguk orangtuanya dan dalam keadaan sehat. "Jadi satu hari sebelum kejadian, keluarga sempat menjenguk. Saat itu kondisi korban baik-baik saja, tidak mengeluh sakit," Selasa (22/11/2022).
Nurhuda menjelaskan, begitu diberitahu kematian korban oleh pihak pondok pesantren Ta’mirul Islam di Desa Krikilan, Masaran, Sragen, keluarga langsung bergegas. Sebelum menjemput jenazah, keluarga yang terdiri atas Nurhuda, Dwi Minto Waluyo (ayah korban) dan Kusmanto sempat mampir ke Mapolsek Masaran untuk melaporkan kematian korban yang tidak wajar.
Sampai di pondok dan melihat keponakannya sudah diselimuti kain kafan, lanjut Nurhuda, dia kemudian membukanya. Saat itu terlihat ada bekas luka lebam di wajah dan tubuh bocah kelas IX MTs itu. "Kata pihak pondok, korban sempat membuat pelanggaran tidak menjalankan piket," jelas Nurhuda.
Nurhuda kemudian mengutip penjelasan dari pihak pondok, pada Sabtu (19/11/2022) malam sekitar pukul 23.00 WIB, korban dipanggil oleh seniornya, santri kelas 1 SMA dan sempat mendapat hukuman karena tidak menjalankan piket. Setelah itu korban dilarikan ke klinik di Masaran dan dinyatakan meninggal dunia. "Setelah kami lapor polisi, jenazah kemudian divisum di RS Moewardi Solo," tandasnya.
Editor : Joko Piroso
Artikel Terkait