Hal ini dikarenakan para pemburu pusaka pada masa penjajahan telah mengambilnya. Selain itu, situs sejarah yang ada di Trowulan yang hilang juga disebabkan karena adanya lahar yang menimbun keraton. Berbagai bencana alam setelahnya pun turut membuat Keraton Majapahit raib tak berbekas.
Meskipun tidak diketahui lokasinya secara pasti, catatan Prapanca dalam Kitab Negarakertagama pernah menggambarkan kemegahan Keraton Kerajaan Majapahit dengan cukup rinci. Istana kerajaan ini dikelilingi oleh dinding bata merah yang tinggi dan tebal. Gerbang utama menuju istana terbuat dari besi berukir.
Di depannya, didirikan bangunan yang luas untuk menjamu para tamu yang berasal dari pejabat negara atau sebagai balai untuk melaksanakan pertemuan tahunan. Istana raja dibangun dengan batu bata dan tiang kayu besar yang diukir. Atapnya dihiasi oleh ornamen yang berasal dari tanah liat.
Pada bagian luar keraton, terdapat hunian para pemuka agama, anggota keluarga kerajaan, pejabat, dan bangsawan. Kediaman Mahapatih Gajah Mada berada di kompleks tersebut yang terpisah oleh lapangan yang sangat luas. Dari catatan dalam Kitab Negarakertagama, Kepala Badan Arkeologi Hindia Belanda, Willem Frederik Stutterheim turut membuat denah Keraton Majapahit. Ia menggambarkan bahwa gaya arsitektur Istana Majapahit hampir mirip dengan Keraton Yogyakarta dan Puri Klungkung.
Tak berhenti di situ, bentuk Keraton Majapahit juga dijabarkan dengan cukup rinci oleh Ma Huan, tukang catat Laksamana Cheng Ho. Ma Huan menggambarkan Istana Kerajaan Majapahit memiliki tembok setinggi tiga tombak atau sekitar 9,4 meter.
Editor : Joko Piroso