SRAGEN, iNewsSragen.id – Manuver Presiden Soekarno di masa revolusi, dengan opsi angkat senjata untuk melakukan perlawanan terhadap penjajah. Meski, dirinya cenderung mementingkan manuver diplomasi di masa revolusi pasca-Proklamasi 17 Agustus 1945.
Pemerintah merasa penting menjalankan diplomasi demi eksistensi dan pengakuan adanya Republik Indonesia. Sementara para kombatan tak ingin membiarkan sejumlah wilayah begitu saja diduduki penjajah Belanda.
Sekutu merasa sudah cukup berada di Indonesia pada pertengahan 1947. Namun, tugasnya melucuti dan memulangkan sisa-sisa serdadu Jepang, diselingi beragam insiden, seperti yang dua pertempuran dahsyat yang terjadi di Bojong Kokosan (Sukabumi) pada 9 September 1945 dan Surabaya pada 10 November di tahun yang sama.
Hingga akhirnya tentara sekutu meninggalkan nusantara. Namun, Presiden Soekarno melihat dengan jelas, dengan perginya sekutu, otomatis Indonesia akan segera head-to-head dengan tentara Belanda.
Konsolidasi dilakukan terhadap sejumlah pihak di dalam negeri yang memegang senjata. Akhirnya, Presiden Soekarno pada 5 Mei 1947 merilis surat keputusan (SK) untuk menyatukan dan meleburkan semua organisasi bersenjata, baik itu Tentara Republik Indonesia (TRI) maupun laskar-laskar.
Editor : Joko Piroso
Artikel Terkait