YOGJAKARTA, iNewsSragen.id - Sultan Agung dari Kesultanan Mataram memang dikenal sebagai salah satu raja yang sangat berpengaruh dan penuh dengan keistimewaan dan kesaktiannya. Cerita-cerita mengenai keistimewaan dan kebijaksanaannya sering menjadi bagian dari mitos dan legenda yang berkembang di masyarakat. Salah satu kisah yang terkenal adalah tentang kemampuan spiritual dan tirakat Sultan Agung, yang konon membuatnya mampu mencapai puncak kejayaan Mataram.
Menurut cerita yang berkembang, Sultan Agung memiliki kemampuan luar biasa dalam tirakat dan mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa. Salah satu kisah yang beredar adalah bahwa Sultan Agung, yang saat itu dikenal dengan nama Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Anom, tidak mengetahui kematian ayahnya, Pangeran Hanyakrawati, akibat kecelakaan berburu di hutan Krapyak.
Pangeran Hanyakrawati, yang juga dikenal sebagai Sinuhun Sedo Krapyak, wafat dalam sebuah kecelakaan saat berburu, sementara Sultan Agung sedang berada di pegunungan selatan menjalankan tirakat.
Dalam kondisi seperti itu, kekuasaan Mataram dipegang oleh Gusti Pangeran Martopuro selama Sultan Agung menjalani tirakat. Setelah satu tahun, Sultan Agung kembali dari pegunungan karena telah lama dicari oleh penghulu Katangan.
Pada tahun 1627, setelah menyelesaikan tirakatnya, Sultan Agung akhirnya diangkat sebagai pemimpin Kesultanan Mataram dan mengambil nama Prabu Hanyokrokusuma. Pengangkatan ini dilakukan setelah Pangeran Martopuro meninggalkan Kerajaan Mataram dan pergi menuju Ponorogo.
Selama Sultan Agung menjalani tirakat, Pangeran Purboyo, sebagai wakil dari Pangeran Adipati Anom, memerintahkan penghulu Ketegan untuk mencari Sultan Agung. Setelah pencarian, Sultan Agung ditemukan di Gunungkidul dan dibawa kembali ke kerajaan.
Setelah diangkat sebagai raja, Sultan Agung dikenal sebagai penguasa yang cerdik dan dihormati oleh rakyatnya. Kewaskitaan dan kebijaksanaannya membuat rakyatnya sangat menghormatinya, dan konon, makhluk halus serta jin pun tunduk pada kekuasaannya.
Sultan Agung juga dikenal memiliki kebiasaan unik, seperti dikisahkan bahwa setiap hari Jumat, ia dapat melakukan perjalanan ke Makkah dengan secepat kilat untuk beribadah.
Setelah lima tahun memerintah, Sultan Agung memutuskan untuk memindahkan pusat pemerintahan ke Kerta-Plered. Selain itu, ia juga memulai pembangunan makam untuk raja di Pegunungan Girilaya, sebelah Timur Laut Imogiri.
Cerita-cerita ini tidak hanya mencerminkan kehebatan Sultan Agung sebagai seorang raja, tetapi juga menggambarkan betapa mendalamnya hubungan antara kekuasaan, spiritualitas, dan kebijaksanaan dalam budaya Jawa pada masa itu.
Editor : Joko Piroso
Artikel Terkait