SUKOHARJO,iNewsSragen.id - Mendekati tutup tahun 2024, jumlah kasus kekerasan anak di Kabupaten Sukoharjo tercatat oleh Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPKBP3A), mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Jenis kasusnya pun beragam, diantaranya adalah kekerasan fisik, yaitu kasus penganiayaan siswa senior terhadap junior di SMP Pesantren Tahfidz Azayadiy Grogol yang mengakibatkan korban meninggal dunia pada pertengahan September lalu.
Terbaru, kasus dugaan rudapaksa atau persetubuhan dengan pelaku siswa laki-laki dan korban siswi perempuan. Mereka merupakan teman satu sekolah salah satu SMP di Kartasura, dan oleh orang tua korban kasus itu dilaporkan ke Polres Sukoharjo pada,18 Nopember ini
"Ya, memang akhir-akhir ini banyak kasus kekerasan (anak) yang terjadi. Hampir semua daerah rata-rata sama, meningkat sekira 50%," kata Kabid Kesejahteraan dan Perlindungan Anak DPPKBP3A Sukoharjo, Sunarto, saat ditemui di acara Pengukuhan Pengurus Forum Anak Tingkat Kabupaten dan Kecamatan se-Sukoharjo, Jum'at (22/11/2024).
Ia menyebut, tahun ini bedasarkan laporan yang masuk ke DPPKBP3A dari Januari hingga Nopember, sudah ada 62 kasus kekerasan anak. Diluar yang terlaporkan itu, Sunarto pun menyakini masih ada kasus-kasus lainnya.
Selain itu juga ada kasus yang tak kalah memprihatinkan, yaitu pernikahan anak dibawah umur sehingga diperlukan dispensasi.
"Untuk yang dispensasi pernikahan anak itu tercatat di Pengadilan Agama (PA) sudah mendekati angka 80 anak. Angka itu dalam satu tahun ini," ungkap Sunarto.
Atas berbagai kasus anak itu, DPPKBP3A melalui Satgas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P3A) terus melakukan upaya pencegahan dengan melakukan sosialisasi, edukasi, serta asesmen jika terjadi kasus.
"Dalam aturannya, anak itu (di Sukoharjo) dilindungi oleh Peraturan Daerah (Perda), bahkan Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 yang tertinggipun melindungi, dan secara hirarkies diikuti Peraturan Menteri hingga menurun ke tingkat kabupaten (Perda-Red)," tegasnya.
Oleh karenanya, jika terjadi kasus yang berkaitan dengan anak dilingkungan sekolah, maka pihak sekolah tidak boleh dengan serta merta menggunakan dalih aturan untuk mengeluarkan anak yang memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan di sekolah.
"Sesuai Peraturan Bupati (Perbup) setiap anak yang menjadi korban kekerasan diberi paket pemulihan kesehatan. Pendampingan psikolog dengan kunjungan 5 sampai 10 kali. Kalau penyembuhan recovery dari trauma harus berlanjut maka kami rujuk ke RSUD. Pelayanan untuk anak korban kekerasan itu semua gratis," bebernya.
Upaya lain yang dilakukan adalah meningkatkan kapasitas anak untuk semakin berperan aktif menjadi pelopor dan pelapor (2P) melalui kepengurusan Forum Anak yang terbentuk di 12 kecamatan serta pengurus tingkat kabupaten.
"Forum Anak ini berganti kepengurusan tiap dua tahun sekali, rata - rata yang direkrut adalah dari kelas 1 dan 2 SMA/SMK. Untuk kelas 3 tidak dijadikan pengurus karena persiapan mengikuti ujian kelulusan," pungkasnya.
Editor : Joko Piroso
Artikel Terkait