NGAWI, iNewsSragen.id - Pengadilan Tipikor Surabaya menjatuhkan vonis jauh lebih rendah dari tutuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU ) Kejaksaan Negeri Ngawi dalam kasus dugaan korupsi dana hibah Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Ngawi tahun 2022 senilai Rp 19 milyar, dengan terdakwa Muhamad Taufiq Agus Susanto, Kamis, (10/7/2025).
JPU menuntut terdakwa Taufiq yang saat dana hibah tersebut disalurkan menjabat sebagai Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Ngawi agar dihukum selama 8 tahun 6 bulan penjara dan mengganti dana hibah yang disalurkan senilai Rp 17,7 milyar ditolak oleh majelis hakim.
Majelis hakim yang diketuai oleh Abdul Ghani ini hanya menjatuhkan vonis 4 tahun penjara dan denda senilai 50 juta dan tanpa uang pengganti.
"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Muhamad Taufiq Agus Susanto dengan pidana selama 4 tahun dan denda sebesar Rp 50 juta atau kurungan selama 2 bulan," kata Abdul Ghani dalam amar keputusanya.
Atas keputusanya tersebut kemudian hakim memberi kesempatan kepada JPU Alfonsus Hendriatmo yang mengikuti sidang seorang diri dan tim penasehat hukum terdakwa Faisol SH dan kawan untuk menanggapinya.
"Kami akan mengajukan banding," kata Faisol menjawab tawaran hakim, berbeda dengan JPU yang lebih memilih berfikir di kesempatan tujuh hari yang diberikan.
"Kami juga tidak sependapat dengan tututan penuntut umum ya mengenai jumlah," timpal hakim Abdul Ghani kepada JPU Alfonsus sebelum mengetuk palu vonis.
Jumlah yang dimaksud oleh hakim Abdul Ghani tidak lain adalah nilai kerugian negara yang ditemukan oleh majelis hakim dalam perkara ini hanya sebesar Rp 328 juta tidak sebesar Rp 17,7 milyar seperti yang dituntut sebelumnya.
Menanggapi tentang nilai kerugian negara tersebut, dari menyadur apa yang disampaikan oleh hakim, Faisol menuding dana hibah dari hasil pokok pikiran ( pokir ) anggota DPRD Ngawi yang menjadi momok terjadinya penyelewengan dalam kasus ini, bukan hibah yang diperuntukan bagi bantuan operasional sekolah madrasah diniyah (BOS Madin).
"Hakim meyakini kerugianya hanya Rp 328 juta, bukan Rp 18 milyar, dan ( nilai kerugian negara) pertimbanganya dari pokir, kalau dari BOS Madin tidak disinggung, bahkan lembaga penerima bisa menerima setiap tahun," terang Faisol.
Editor : Joko Piroso
Artikel Terkait