KPK Ungkap Jatah Pendamping dan Tenaga Kesehatan Diduga Diperjualbelikan

Nur Khabibi/Joko P
Juru Bicara KPK Budi Prasetyo memberikan keterangan pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (7/10/2025).Foto:DOK iNews/ Nur Khabibi

JAKARTA, iNewsSragen.idSkandal dugaan korupsi penyelenggaraan ibadah haji kembali mencuat. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan adanya indikasi jual beli kuota petugas haji kepada calon jemaah. Fakta ini menambah daftar panjang penyimpangan dalam pengelolaan kuota haji yang sebelumnya telah dinaikkan statusnya ke tahap penyidikan.

Juru Bicara KPK Budi Prasetyo membenarkan bahwa tim penyidik tengah mendalami praktik tersebut. Ia mengungkapkan bahwa kuota yang seharusnya diberikan untuk petugas pendamping, tenaga kesehatan, pengawas, hingga petugas administrasi, justru ditemukan telah diperjualbelikan kepada calon jemaah haji.

“Penyidik sedang mengumpulkan keterangan terkait dugaan yang dimaksud,” ujar Budi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (7/10/2025).

Menurutnya, praktik ilegal itu berpotensi merugikan ribuan jemaah haji Indonesia, karena kuota petugas yang berperan penting dalam pelayanan dan keselamatan jemaah berkurang. “Misalnya yang seharusnya jatahnya petugas kesehatan yang akan memfasilitasi kebutuhan-kebutuhan kesehatan para calon jemaah, tapi kemudian diperjualbelikan kepada calon jemaah lain. Artinya ada petugas kesehatan yang berkurang jumlahnya,” tegasnya.

Selain berdampak pada penurunan kualitas pelayanan, dugaan jual beli kuota ini juga menunjukkan adanya penyalahgunaan wewenang dan pelanggaran etika penyelenggara haji. Dalam sistem yang semestinya transparan, kuota petugas seharusnya digunakan murni untuk kepentingan operasional dan pendampingan jemaah, bukan untuk mencari keuntungan pribadi atau kelompok.

Kasus ini merupakan bagian dari penyidikan dugaan korupsi penentuan dan pembagian kuota haji 2023–2024 di Kementerian Agama (Kemenag). Perkara tersebut berawal ketika Indonesia mendapatkan tambahan kuota haji sebanyak 20.000 jemaah dari pemerintah Arab Saudi.

Sesuai regulasi, pembagian kuota itu seharusnya mengikuti ketentuan 92 persen untuk jemaah reguler dan 8 persen untuk jemaah khusus. Namun, KPK menemukan adanya penyimpangan besar, di mana pembagian dilakukan tidak sesuai aturan, yakni 50 persen untuk jemaah reguler dan 50 persen untuk jemaah khusus.

Penyidik KPK menduga terdapat praktik kolusi dan suap dalam proses distribusi kuota tersebut, termasuk kemungkinan adanya setoran tidak resmi dari sejumlah biro perjalanan atau pihak swasta untuk memperoleh jatah tambahan haji khusus.

“Dugaan adanya jual beli kuota petugas ini memperkuat indikasi bahwa pengelolaan kuota haji selama dua tahun terakhir tidak sepenuhnya bersih dan transparan,” kata salah satu sumber di internal penegak hukum yang enggan disebutkan namanya.

KPK juga telah memeriksa sejumlah pejabat Kemenag, termasuk mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, serta beberapa pejabat yang menangani penyelenggaraan haji. Pemeriksaan tersebut untuk mengonfirmasi mekanisme pembagian kuota dan menelusuri pihak-pihak yang mendapat keuntungan dari aliran dana tersebut.

Selain menelusuri aspek korupsi, KPK juga menyoroti dampak sosial dari praktik ini. Jemaah haji yang seharusnya mendapat pendampingan medis atau bimbingan ibadah kini berpotensi dirugikan karena berkurangnya tenaga pendukung. Situasi ini bisa menimbulkan risiko kesehatan dan keselamatan di Tanah Suci, terutama bagi jemaah lanjut usia.

KPK memastikan bahwa penyidikan akan terus berjalan dan penetapan tersangka hanya menunggu waktu. Penyidik kini sedang memperkuat bukti terkait nilai jual beli kuota, aliran uang, serta siapa saja yang terlibat dalam praktik memperjualbelikan jatah petugas haji tersebut.

“Yang jelas, semua informasi dan data sedang kami dalami. Kami tidak ingin berspekulasi, tapi penyidik akan memastikan setiap dugaan pelanggaran dapat dibuktikan secara hukum,” ujar Budi menegaskan.

Kasus ini menjadi peringatan keras bagi pengelola ibadah haji, bahwa setiap bentuk penyalahgunaan kewenangan, sekecil apa pun, akan berhadapan dengan hukum. Sebab, penyelenggaraan haji bukan hanya urusan administratif, melainkan menyangkut ibadah dan kepercayaan jutaan umat Islam di Indonesia.

Editor : Joko Piroso

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network