Dijelaskan Asri, kasus bermula saat Zaenal yang juga direktur di PT MULIA, minta pengembalian saham Rp 100 juta. Padahal dalam perusahaan itu, Zaenal sama sekali belum pernah setor modal ke perusahaan.
Namun begitu, dalam akta perusahaan, Zaenal tertulis sebagai pemegang saham sebesar 5% dari keseluruhan modal yang tercatat dalam akta sebesar Rp 50 juta. Jika mendasarkan pada akte itu, maka Zaenal disebutkan hanya setor modal Rp 2,5 juta.
"Awalnya klien kami yang awam hukum takut setelah mendapat somasi pertama dari Zaenal melalui Heru selaku kuasa hukumnya. Dari permintaan Rp 100 juta itu, klien kami kemudian memberikan uang Rp30 juta, sisa kekurangannya semula disanggupi akan di cicil," papar Asri.
Setelah menerima uang itu, lanjut Asri, Zaenal kembali mengirim somasi mengatasnamakan sebagai kuasa hukum dari tiga orang yang disebut juga merupakan pemegang saham di PT MULIA. Dalam somasi kedua, Fadia diminta pertanggunjawabannya atas laporan keuangan perusahaan.
"Dari tiga orang yang disebutkan sebagai pemegang saham itu, hanya satu orang saja yang namanya ada dalam akta perusahaan. Yang dua orang lagi tidak ada. Ini namanya apa kalau bukan pemerasan. Saudara Zaenal ini adalah direktur di perusahaan yang sama dengan klien kami. Tapi anehnya justru jadi kuasa hukum orang yang jadi bagian dari perusahaan, menyerang perusahaannya sendiri," ujar Asri.
Editor : Joko Piroso