SUKOHARJO,iNewsSragen.id - Bakal calon bupati jalur perseorangan, Tuntas Subagyo, yang berpasangan dengan Djayendra Dewa sebagai bakal calon waki bupati, menyerukan kepada pendukungnya untuk memilih kotak kosong di Pilkada Sukoharjo pada November 2024 mendatang.
Hal itu dikatakan Tuntas melalui pengeras suara di hadapan sekira 500 orang pendukungnya yang ikut hadir mengikuti agenda pembacaan keputusan hasil musyawarah sengketa pemilihan di Kantor Bawaslu Sukoharjo, Senin (9/9/2024) sore. Ia kecewa setelah gugatannya ditolak.
Agenda pembacaan keputusan yang juga disiarkan secara live streaming itu, majelis Bawaslu Sukoharjo menolak gugatan sengketa Tuntas dengan termohon KPU Sukoharjo, atas dugaan pelanggaran verifikasi faktual (faktual) kedua perbaikan syarat dukungan calon perseorangan.
"Ya (keputusan Bawaslu) ini adalah wujud adanya oligarki, otoriter, diktator, keserakahan. Sukoharjo ini menjadi sebuah gambaran kecil di dalam satu daerah. Dari awal kami sudah mencium bau-bau (akan gagal) itu," kata Tuntas.
Ia juga mengaku, selama proses musyawarah sengketa pemilihan di Bawaslu sudah merasa pasti akan kalah dan tidak lolos sebagai calon peserta Pilkada dari jalur perseorangan.
"Kalau memang calon perseorangan ini dianggap dosa demokrasi dan tidak dikehendaki dalam Pilkada, tapi kenapa harus ada? Jadi indikasi-indikasi adanya keberpihakan itu dari awal sudah terasa," bebernya.
Atas kondisi tersebut, Tuntas meminta bahwa apa yang dialaminya selama berproses sebagai bakal calon dari jalur perseorangan agar menjadi pembelajaran politik bagi semua pihak.
"Ini sebuah keterpurukan iklim demokrasi bagi Sukoharjo, dan ini sangat berbahaya kalau terus dipelihara. Karena dari jalur perseorangan tidak bisa maju, maka saya akan berdiri di garda depan menegakkan demokrasi di Sukoharjo dengan (memilih) kotak kosong," tegasnya.
Sementara, Indra Tri Angkasa selaku kuasa hukum Tuntas-Djayendra menyampaikan sejumlah poin terkait dugaan Bawaslu Sukoharjo tidak profesional dalam tata cara memutus musyawarah sengketa pemilihan.
"Putusan Majelis Bawaslu tadi ibaratnya hanya menyampaikan hasil rekapitulasi yang ada di PPK maupun di KPU. Kalau hanya itu yang disampaikan, sebenarnya tidak perlu kita capek-capek bersidang selama 12 hari. Nggak ada gunanya," kata Indra.
Menurut Indra, dalil yang disampaikan dalam permohonan musyawarah sengketa bukan tentang hasil rekapitulasi, tapi tentang adanya dugaan pelanggaran-pelanggaran yang pada akhirnya muncul dalam lembar kerja hasil verfak yang manipulatif.
"Itu (dugaan pelanggaran) sama sekali tidak disentuh. Kami tidak tahu model pemeriksaan (Bawaslu) kayak apa. Dari sisi hukum acara pemeriksaan saja sudah berantakan. Mestinya majelis membahas satu persatu dari 7 dalil yang kami ajukan," ujarnya.
Dalam perkara ini, Indra juga menilai bahwa KPU Sukoharjo telah bertindak ceroboh ketika menentukan konsideran penggunaan ketentuan perundang-undangan, khususnya penggunaan PKPU Nomor 532 yang sudah dicabut sebagai dasar penugasan verifikator.
"Itu fatal. Kemudian adanya kejadian perubahan dalam Silon, itu lebih serem lagi, kejahatan kalau itu. Kenapa itu tidak dipertimbangkan. Lalu yang dipertimbangkan justru jawaban termohon, yakni rekapitulasi," sambungnya.
Indra merasa bahwa seluruh proses yang sudah dijalani dalam musyawarah sengketa pemilihan ini seolah-olah hanya sebuah formalitas belaka lantaran hasilnya sudah diarahkan. Oleh karenanya, ia tidak heran ketika Bawaslu menolak kehadiran saksi ahli.
"Padahal pendapat ahli itu saya pikir normatif, tidak akan melakukan keberpihakan. Kalau keberpihakan itu kan perbuatan, maka ahli dimanapun tidak akan melakukan itu," sebutnya.
Atas hasil keputusan Bawaslu tersebut, Indra menyatakan ada dua hal yang akan dilakukan. Pertama secara prosedural terkait proses musyawarah pihaknya akan mengajukan gugatan ke PTUN di Semarang.
"Yang kedua, tentang dugaan pelanggarannya, yaitu pelanggaran termohon (KPU Sukoharjo) dan pelanggaran majelis Bawaslu Sukoharjo tentang penolakan saksi ahli. Ini akan kami laporkan ke DKPP. Tapi sebelumnya akan kami bahas dulu dengan principal (Tim Tuntas-Djayendra)," pungkasnya.
Editor : Joko Piroso