get app
inews
Aa Text
Read Next : DPC Peradi Sukoharjo Buka Pintu Aduan Eks Pekerja Sritex, Dukung Pernyataan Ketua LAPAAN RI

Pasca Penangkapan Bos Sritex di Solo, Kejagung Didesak Lakukan Penyitaan Aset

Kamis, 22 Mei 2025 | 18:51 WIB
header img
Ketua LAPAAN RI, BRM Kusumo Putro, di depan pabrik Sritex yang sudah tutup operasional.Foto:iNews/ Nanang SN

SUKOHARJO,iNewsSragen.id - Ketua Lembaga Penyelamat Aset dan Anggaran Belanja Negara (LAPAAN) RI, BRM Kusumo Putro, mendesak Kejaksaan Agung (Kejagung) mengusut tuntas aliran dana kredit yang diterima PT Sri Rejeki Isman (Sritex) pasca penangkapan Komisaris Utama PT Sritex, Iwan Setiawan Lukminto.

Sebagai pemilik perusahaan, Iwan Setiawan ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pemberian kredit bank. Ia ditangkap tim Kejagung di Solo, Jawa Tengah pada, Selasa (20/5/2025) kemarin.

"Kami minta proses penegakan hukum kasus korupsi dalam pemberian kredit kepada Sritex ini harus berjalan transparan, profesional, dan tidak tebang pilih. Kejagung harus melakukan penyelidikan secara mendalam terhadap semua usaha yang dimiliki Sritex Grup," kata Kusumo, Kamis (22/5/2025).

Selain empat perusahaan yang sudah dinyatakan pailit dan saat ini dalam penguasaan kurator, Sritex Group juga masih memiliki puluhan jenis usaha. Selain  perusahaan textile dan garmen, juga ada perhotelan, gedung olahraga, hingga gedung pertemuan.

"Jumlahnya diatas 20 perusahaan, dan itu semua saat ini masih beroperasi. Apabila dalam penyelidikan nanti ada indikasi menerima kucuran dana kredit dari bank plat merah yang diselewengkan tersangka, maka Kejagung harus berani melakukan penyitaan aset," ujarnya.

Kusumo juga mendesak Kejagung melakukan penyelidikan lebih dalam untuk mencari kemungkinan adanya pihak-pihak di belakang Sritex yang memiliki pengaruh atau jabatan tinggi di korporasi besar.

"Siapapun pejabatnya, baik dari perbankan, legislatif, maupun eksekutif yang terindikasi terlibat dalam pengucuran dana kredit ini, atau menerima fee,  harus diproses hukum. Kami yakin kasus ini ada peran oknum lain, tidak hanya berhenti pada Iwan Setiawan saja," sambungnya.

Kusumo pun menaruh harapan besar bahwa dengan terbongkarnya kasus penyelewengan dana kredit ini bisa menjadi pintu masuk untuk membersihkan praktik korupsi di sektor swasta maupun BUMN yang merugikan negara dan masyarakat luas.

"Dalam kasus ini, pemerintah jangan hanya fokus pada pengembalian kerugian negara saja, tapi juga harus berpikir dari sisi kemanusiaan, dimana saat ini ada ribuan eks buruh Sritex yang sudah di PHK belum mendapatkan haknya terkait pesangon dan THR," sebutnya.

Menurut Kusumo, Sritex yang saat ini dikuasai oleh kurator setelah dinyatakan pailit dan menutup total operasionalnya, mustahil dapat membayar pesangon dan THR yang menjadi hak mantan buruhnya.

"Dari awal kami sudah menduga tutupnya Sritex sebelum Ramadhan itu ada indikasi menghindari tanggung jawab membayar THR. Termasuk pesangon rasanya juga sulit diberikan. Saat sebelum pailit saja, Sritex sudah terlihat enggan membayar THR dan pesangon, apalagi sekarang Iwan Setiawan sudah ditahan," jelasnya.

"Dengan kondisi seperti ini, maka kami minta pemerintah juga memberi solusi agar THR dan pesangon eks buruh Sritex itu dapat diberikan. Termasuk kewajiban -kewajiban Sritex lainnya juga harus diselesaikan," imbuhnya. 

Dilansir dari berbagai sumber, dalam kasus ini, selain Iwan Setiawan juga ada dua pejabat bank yang ditetapkan sebagai tersangka, yaitu Zainuddin Mappa, mantan Direktur Utama PT Bank DKI tahun 2020; dan Dicky Syahbandinata, mantan Pimpinan Divisi Komersial dan Korporasi PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (BJB) tahun 2020 .

Kejagung menemukan pemberian kredit oleh Bank BJB dan Bank DKI kepada PT Sritex itu dilakukan secara melawan hukum, tanpa analisis yang memadai dan tidak menaati prosedur serta persyaratan yang telah ditetapkan.

Dana kucuran kredit bank plat merah yang seharusnya digunakan untuk modal kerja justru disalahgunakan oleh Iwan Setiawan untuk membayar utang dan membeli aset nonproduktif, seperti tanah di Yogyakarta dan Solo.

Akibat perbuatan para tersangka itu, negara mengalami kerugian sebesar Rp 692.980.592.188. Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Editor : Joko Piroso

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut