Dampak Isu Beras Oplosan, Produksi Beras Sragen Lumpuh, PERPADI Minta Pemerintah Bertindak Cepat

SRAGEN, iNewsSragen.id – Isu dugaan beras oplosan yang tengah diusut Satgas Pangan Polri kini berdampak serius terhadap industri penggilingan padi dan beras di Kabupaten Sragen dan wilayah Soloraya. Sejumlah pelaku usaha di Sragen, Karanganyar, hingga Sukoharjo memilih menghentikan operasional dalam sepekan terakhir. Langkah ini diambil lantaran kekhawatiran tinggi akan efek penegakan hukum yang tengah berlangsung.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, penutupan pabrik dilakukan secara sukarela oleh para pelaku usaha. Mereka khawatir aktivitasnya terseret dalam pusaran penyelidikan, meski tak terlibat langsung dalam dugaan praktik pengoplosan beras. Satgas Pangan Polri sendiri saat ini gencar melakukan penyidikan, bahkan telah menetapkan sejumlah tersangka yang berasal dari perusahaan di sektor perberasan.
Di Sragen, sebagian besar pengusaha memilih bungkam terkait isu ini. Salah satunya Fajar Nahari, pengusaha penggilingan padi asal Kecamatan Sukodono, yang mengaku sudah sepekan menghentikan produksi. Kepada wartawan, ia menyatakan alasan utamanya bukan semata isu hukum, melainkan kombinasi kondisi harga pasar yang tidak menguntungkan.
“Sejak Sabtu lalu saya sudah stop produksi. Harga gabah dari tengkulak terus naik, sementara harga beras di pasaran justru turun. Biaya produksi jadi tidak ketutup. Kalau soal isu penangkapan, itu tanya ke teman-teman pengusaha yang lain saja,” ujarnya, Rabu (13/8/2025).
Fajar menegaskan, kenaikan biaya produksi yang tidak diimbangi harga jual membuat usaha penggilingan padi semakin terjepit. “Sudah tidak nutut biaya produksinya, Mas. Sulit menyesuaikan harga beras dengan kondisi sekarang,” katanya.
Situasi ini juga diakui oleh Ketua Umum Perkumpulan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (PERPADI), Sutarto Alimoeso. Ia tidak menampik adanya penutupan pabrik beras di sejumlah daerah. Menurutnya, para pelaku usaha berada dalam posisi serba salah: tetap beroperasi berisiko tinggi, berhenti beroperasi justru memicu kelangkaan pasokan.
“Kalau tidak ada solusi cepat, suplai beras bisa menyusut hingga 40%. Ini bukan angka kecil, dampaknya bisa langsung dirasakan di lapangan,” kata Sutarto.
PERPADI telah menyampaikan sejumlah rekomendasi kepada pemerintah. Di antaranya, menjaga iklim usaha yang kondusif, menaikkan Harga Eceran Tertinggi (HET) beras premium dan medium yang sudah tertinggal dari harga pasar, serta menyalurkan beras program Stabilitas Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) atau bantuan sosial secara masif.
Editor : Joko Piroso