Puluhan Tahun Tanah Kas Desa Jeruk Diduga Diserobot PTPN IX, Warga Desak Pemkab Sragen Bertindak

SRAGEN, iNewsSragen.id – Polemik status tanah kas Desa Jeruk, Kecamatan Miri, Kabupaten Sragen, kembali mencuat ke permukaan. Warga setempat menuntut kejelasan lantaran puluhan tahun tanah desa tersebut diduga diserobot oleh PT Perkebunan Nusantara (PTPN) IX Klaten.
Tokoh masyarakat Desa Jeruk, Minarso, menyebut tanah yang sejatinya merupakan tanah kas desa (TKD) justru berubah status menjadi Hak Guna Bangunan (HGB) dan dikelola oleh pihak PTPN IX untuk usaha tembakau. Namun, usaha tersebut sudah lama berhenti beroperasi.
“Tanah kas desa kok bisa jadi HGB PTP IX. Sertifikatnya memang terbit 20 tahunan sekali, tapi usaha tembakaunya kan sudah tutup puluhan tahun lalu. Sekitar lima tahun lalu, tiba-tiba muncul papan bertuliskan ‘Tanah Ini Milik PTPN IX’. Itu yang bikin warga kaget dan bertanya-tanya,” ungkap Winarso, Jumat (12/9/2025).
Ia menjelaskan, saat ini lahan tersebut tidak lagi dimanfaatkan oleh perusahaan. Justru ada sejumlah pihak pribadi yang mengelola untuk sawah, usaha batako, hingga membuka warung. Kondisi itu memicu kecemburuan sosial di tengah masyarakat Desa Jeruk.
“Kami hanya ingin kejelasan. Kalau memang tanah itu milik desa, tolong dikembalikan jadi tanah kas desa. Supaya bermanfaat bagi warga. Sekarang malah dimanfaatkan pribadi tanpa kejelasan status,” tegasnya.
Menanggapi hal tersebut, Wakil Bupati Sragen, Suroto, mengaku sudah lama mengikuti perkembangan polemik tanah kas Desa Jeruk. Bahkan sejak dirinya masih menjabat sebagai anggota DPRD Sragen pada 2009, masalah ini sudah pernah dipertanyakan.
“Sejak 2009 waktu saya masih di Komisi I DPRD, kasus ini sudah kami pertanyakan. Jawabannya dulu masih ditangani di Kanwil Semarang. Perjalanan waktu, ternyata belum juga tuntas. Sekarang kami kembali dorong penyelesaiannya bersama Pemkab dan tim reformasi agraria,” jelas Suroto.
Menurutnya, tanah yang awalnya digunakan untuk perkebunan tembakau itu semestinya dikembalikan ke desa jika tidak lagi dipakai oleh PTPN IX. Apalagi, saat ini pemanfaatannya justru dialihkan ke individu.
“Kalau memang HGB berakhir dan usaha tidak berjalan, harusnya tanah kembali ke desa. Kenyataannya sekarang malah dipakai masyarakat secara pribadi untuk sawah, usaha batako, warung, dan sebagainya. Itu yang bikin kacau,” lanjutnya.
Editor : Joko Piroso