Menurut Nanang, dalam delik aduan, penuntutan terhadap delik tersebut digantungkan pada persetujuan dari yang dirugikan atau korban.
"Jadi tidak ada proses hukum terkait perzinaan tanpa adanya pengaduan langsung dari pihak yang memiliki hak yang merasa dirugikan," ujarnya.
Nanang menyebut, orang yang bisa mengadukan terkait Pasal 145 RKUHP yaitu orang yang terikat status perkawinan.
"Yang mempunyai legal standing, yaitu orang yang terikat status perkawinan atau orang tua bagi mereka yang belum terikat status perkawinan," ujar pengacara muda ini.
Nanang menegaskan, tidak ada proses hukum terkait perzinahan atau kohabitasi (tinggal serumah tidak dalam ikatan perkawinan) tanpa adanya pengaduan langsung dari pihak yang memiliki hak yang merasa dirugikan atau dalam istilah hukumnya orang yang memiliki legal standing.
Nanang meyakini, pasal dalam RKUHP tadi tidak akan berdampak dalam perekonomian di bidang pariwisata dikarenakan pasal tersebut lebih cenderung hukum privat.
Justru sebenarnya dengan pasal itu, seseorang akan lebih terlindungi dari segi hukum. "Di mana dimaksudkan agar orang lain yang tidak berhak, tidak bisa melaporkan ke pihak berwajib serta tidak bisa melakukan tindakan persekusi," ucapnya.
Untuk itu, Nanang menyarankan agar pengusung RKUHP baik pemerintah maupun DPR memberikan ruang kepada masyarakat selua-luasnya terkait penyusunan draf RKUHP tersebut. "Masukan-masukan dari masyarakat bisa menjadi penyeimbang sehingga ketika RKUHP diundangkan nanti masyarakat lebih sadar hukum dan taat hukum," ujarnya.
Editor : Joko Piroso
Artikel Terkait