Dijelaskan, saat itu kepala sekolah mengutus orang lain untuk menyampaikan agar dirinya dapat segera mengosongkan rumah dinas dengan alasan pihak Dinas Pendidikan akan meninjau.
"Saya dipaksa keluar dari rumah dinas itu dan dipaksa mengeluarkan barang-barang perabot rumah saya. Dengan kondisi mendadak seperti itu dan belum ada persiapan pindah rumah, barang-barang saya dikeluarkan secara paksa," keluhnya.
Selain itu, dirinya mengaku hanya menerima gaji di bawah Upah Minimum Regional (UMR) sebesar Rp800 ribu per bulannya dan dipotong Rp100 ribu untuk biaya listrik.
"Saya bekerja sebagai penjaga di sekolah itu, paginya saya juga ditugaskan membersikan sekolah dan tugas itu sesekali diwakili istri saya untuk melakukan bersih-bersih di sekolah. Namun kepala sekolah menegur istri saya karena bukan saya yang mengerjakan tugas tersebut," ujarnya.
Editor : Joko Piroso
Artikel Terkait