Atas penderitaannya itu, Gatot melalui kuasa hukumnya, Cristiansen Aditya dari Christiansen Aditya I B, S.H M.H & Partners, melakukan gugatan pra peradilan terhadap PPNS KLHK dan Kejaksaan Negeri (Kejari) Sukoharjo di Pengadilan Negeri (PN) Sukoharjo. Ia menuntut ganti rugi atas kejadian yang dialaminya.
Majelis Hakim PN Sukoharjo dalam sidang putusannya, akhirnya menyatakan bahwa PPNS KLHK serta Kejari Sukoharjo, telah keliru dalam menerapkan hukum terhadap Gatot terkait impor sarung tangan karet dari Malaysia.
"Untuk tuntutan ganti ruginya, tidak dikabulkan. Meski sebenarnya kami kecewa, tapi kami menilai putusan ini sudah baik. Setidaknya bisa menjadi pelajaran bagi aparat penegak hukum agar selalu menerapkan prinsip kehati-hatian," kata Cristiansen usai sidang di PN Sukoharjo, Kamis (15/6/2023).
Dalam perkara itu, Gatot semula dijerat Pasal 105 jo Pasal 69 ayat (1) huruf c jo Pasal 116 ayat (1) huruf b jo Pasal 117 UU No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Kini Gatot telah bebas sesuai putusan peradilan Nomor 67/Pid.B/LH/2022/PN Skh.
"Karena penerapan hukum yang salah itu, klien kami dirugikan secara material dan imaterial. Makanya kami mengajukan permohonan ganti kerugian dengan cara pra peradilan di PN Sukoharjo.Termohon I PPNS KLHK dan Termohon 2 yakni, Kejari Sukoharjo," kata Aditya.
Editor : Joko Piroso
Artikel Terkait