Dalam kesempatan itu, Viveri juga membantah pernyataan Direktur PD Percada yang menyebut bahwa kalender diproduksi berdasarkan pesanan dari masing -masing sekolah. Menurutnya, sekolah tidak pernah memesan, tapi diminta menyerahkan data siswa kepada PD Percada.
"Beberapa sekolah ada yang tidak menyerahkan, namun dikejar-kejar supaya segera menyerahkan data dan foto profil sekolah. Setelah kalender dicetak kemudian dikirim ke sekolah-sekolah. Jadi tidak benar jika sekolah memesan kalender,' paparnya.
Viveri mengaku, akibat kasus kalender ini membuat para kepala sekolah tidak nyaman dan selalu dihantui oleh kekhawatiran jika sewaktu-waktu dipanggil dan diperiksa untuk klarifikasi oleh kejaksaan.
"Ada tiga hal yang perlu kami sampaikan terkait proyek kalender dari PD Percada ini. Pertama tidak ada koordinasi, kedua tidak ada sosialisasi dalam bentuk apapun, yang ketiga tidak benar kalender dijual di koperasi sekolah," tandas Viveri.
Sebelumnya Direktur PD Percada, Maryono, mengatakan, bahwa penjualan kalender dengan harga Rp20 ribu/siswa dilakukan melalui koperasi sekolah. Dan hal itu menurutnya bukan pelanggaran Permendiknas.
"Soal aturan Permendiknas itu perlu ditafsirkan bahwa tidak boleh ada oknum yang berjualan di sekolah. Tapi kalau untuk (lewat-Red) koperasi, ya kenapa tidak karena koperasi dibentuk untuk mendapatkan keuntungan bagi sekolah," kata Maryono, Kamis (10/8/2023) lalu.
Editor : Joko Piroso
Artikel Terkait